Total Tayangan Halaman

Senin, 17 Januari 2011

kumpulan makalah

makalah administrasi pendidikan
makalah fiqih
microsoft word
microsoft excel

belajar microsoft word dan excel

BAB I
PENDAHULUAN
Microsoft Word atau Microsoft Office Word adalah perangkat lunak pengolah kata (word processor) andalan Microsoft. Pertama diterbitkan pada 1983 dengan nama Multi-Tool Word untuk Xenix, versi-versi lain kemudian dikembangkan untuk berbagai sistem operasi, misalnya DOS (1983), Apple Macintosh (1984), SCO UNIX, OS/2, dan Microsoft Windows (1989). Setelah menjadi bagian dari Microsoft Office System 2003 dan 2007 diberi nama Microsoft Office Word.
Banyak ide dan konsep Word diambil dari Bravos, pengolah kata berbasis grafik pertama yang dikembangkan di Xerox Palo Alto Research Center (PARC). Pencipta Bravo, Charles Simonyi, meninggalkan Xerox PARC dan pindah ke Microsoft pada 1981. Simonyi juga menggaet Richard Brodie dari PARC. Pada 1 Februari 1983, pengembangan Multi-Tool Word dimulai.
Setelah diberi nama baru Microsoft Word, Microsoft menerbitkan program ini pada 25 Oktober 1983 untuk IBM PC. Saat itu dunia pengolah kata dikuasai oleh WordPerfect dan juga WordStar.
Word memiliki konsep "What You See Is What You Get", atau WYSIWYG, dan merupakan program pertama yang dapat menampilkan cetak tebal dan cetak miring pada IBM PC. Word juga banyak menggunakan tetikus yang saat itu tidak lazim sehingga mereka menawarkan paket Word-with-Mouse. Word processor berbasis DOS lain, seperti WordStar dan WordPerfect, menampilkan hanya teks dengan kode markup dan warna untuk menandai pemformatan cetak tebal, miring, dan sebagainya.
Word untuk Macintosh, meski memiliki banyak perbedaan tampilan dari versi DOS-nya, diprogram oleh Ken Shapiro dengan sedikit perbedaan dari kode sumber versi DOS, yang ditulis untuk layar tampilan resolusi tinggi dan printer laser, meskipun belum ada produk seperti itu yang beredar untuk publik. Setelah LisaWrite dan MacWrite, Microsoft pun mencoba untuk menambahkan fitur WYSIWYG ke dalam paket program Word for Macintosh. Setelah Word for Macintosh dirilis pada tahun 1985, program tersebut mendapatkan perhatian yang cukup luas dari masyarakat pengguna komputer. Microsoft tidak membuat versi Word 2.0 for Macintosh, untuk menyamakan versi dengan Word untuk sistem atau platform lainnya.
Versi selanjutnya dari Word for Macintosh, adalah Word 3.0, yang dirilis pada tahun 1987. Versi ini mencakup banyak peningkatan dan fitur baru tapi memiliki banyak bug. Dalam hanya beberapa bulan, Microsoft mengganti Word 3.0 dengan Word 3.01, yang jauh lebih stabil. Semua pengguna terdaftar dari Word 3.0 dikirimi surat yang berisi salinan Word 3.01 secara gratis, sehingga menjadikan hal ini kesalahan Microsoft paling mahal untuk ditebus pada waktu itu. Word 4.0, yang dirilis pada tahun 1989, merupakan versi yang sangat sukses dan juga stabil digunakan.
Pada rentang tahun ini, Word for Windows diluncurkan. Versi pertama dari Word for Windows dirilis pada tahun 1989 dengan harga 500 Dolar Amerika Serikat. Dengan dirilisnya Microsoft Windows 3.0 pada tahun selanjutnya, penjualan pun akhirnya terdongkrak naik, mengingat Word for Windows 1.0 didesain untuk Windows 3.0 dan performanya sangat buruk jika dijalankan pada versi sebelumnya. Microsoft menunggu hingga merilis Word 2.0 untuk mengukuhkan Microsoft Word sebagai pemimpin pasar pengolah kata.
Dari pemaparan di atas dapat dikatakan bahwa Microsoft Word mengalami sejarah yang panjang hingga ia bisa seperti sekarang ini.
Dalam makalah ini, penyusun akan menyajikan tentang menu dan ikon yang terdapat di dalam Microsoft Word. Dalam hal ini adalah Microsoft Word 2003.
Mula-mula penyusun akan menyajikan tentang pengertian dan fungsi menu dan ikon yang terdapat dalam Micrasoft Word secara keseluruhan. Kemudian, pembahasan akan lebih terarah lagi kepada pembahasan tentang pengaturan format tampilan halaman.









BAB II
PENGATURAN FORMAT HALAMAN MICROSOFT WORD

Microsoft Word merupakan salah satu program aplikasi dari Microsoft Office yang berfungsi sebagai pengolah kata. Dengan menggunakan aplikasi ini dimungkinkan untuk membuat dokumen-dokumen seperti laporan, karya tulis, surat-menyurat dan proposal dengan menggunakan format dan tampilan yang menarik. Selain itu, dimungkinkan pula untuk menyisipkan tabel, grafik, gambar atau diagram pada dokumen yang sedang dibuat.
Secara default, tampilan area kerja program MS Word terdiri atas Title Bar, Menu Bar, Tool Bar, Ruler, dan Task Pane. Tampilan area kerja dapat dilihat pada Gambar 1.







Gambar 1. Tampilan area kerja MS Word
Title bar berisi nama file yang sedang dikerjakan, serta tombol menampilkan, atau menyembunyikan jendela program, dan menutup program, yaitu tombol Minimize, Maximize/Restore, dan Close.
Menu bar berisi serangkaian perintah yang didalamnya terdapat sub-sub perintah sesuai kategorinya. Sebagai contoh pada Gambar 2, perintah File mempunyai sub-sub perintah yang berkaitan dengan dokumen, misalnya membuat dokumen baru (Open), mengatur properti dokumen (Page Setup), dan sebagainya.








Gambar 2. Menu bar
Tool bar berisi tombol-tombol yang berfungsi sebagai alternatif penggunaan perintah yang sering digunakan. Sebagai contoh, tool Open merupakan shortcut dari perintah File > Open, atau tool Print merupakan shortcut dari perintah File > Print.
Ruler merupakan kotak pengukuran yang diletakkan secara horizontal, yaitu di atas dokumen, dan secara vertikal, yaitu di sebelah kiri dokumen. Ruler berfungsi untuk mempermudah melakukan pengaturan letak halaman.
Task pane merupakan fasilitas yang berisi rangkuman perintah yang sering digunakan dalam pengeditan dokumen. Bagian di dalam jendela Task Pane terdiri atas 13 bagian, yaitu Getting Started, Help, Search Results, Clip Art, Research, Clipboard, New Dokument, Shared Workspace, Document Updates, Protect Document, Styles and Formatting, Reveal Formatting, Mail Merge, dan XML Structures.


Status bar adalah baris horizontal yang menampilan informasi jendela dokumen yang sedang ditampilkan, antara lain (Gambar 3):

Gambar 3. Status bar
• Page number: menampilkan informasi halaman.
• Sec: menampilkan section dokumen.
• Number/number: menampilkan nomor halaman dan total halaman berdasarkan fisik halaman di dalam dokumen.
• At: menampilakn jarak dari atas halaman pada titik sisip.
• Ln: menampilkan baris dari teks tempat titik sisip diposisikan.
• Col: menampilkan jarak dari baris kiri ke posisi titik sisip. Jarak ditentukan dengan jumlah karakter.
Untuk mengatur jenis tampilan dokumen, pilih salah satu submenu di dalam
menu View. Beberapa tampilan tata letak yaitu:
• Normal: memberikan tampilan sesuai format yang diterapkan pada teks.
• Print Layout: memberikan tampilan sesuai hasil yang akan diterima
• pada saat dicetak.
• Web Layout: memberikan tampilan sesuai hasil yang ditampilkan di
• dalam jendela browser.
• Outline: memberikan tampilan sesuai heading di dalam dokumen dan
• tingkatan di dalam struktur dokumen.

A. Menu dan Ikon dalam Microsoft Word
Dalam subbab ini, akan diperkenelkan menu dan ikon yang ada dalam Microsoft Word untuk ini akan dibicarakan bagaimana mengaktifkan perangkat lunak, mengenalkan menu-menu standar, dan ikon-ikon Microsoft Word.
1. Mengaktifkan Microsoft Word
Untuk mengaktifkan perangkat lunak Microsoft Word, lakukan cara berikut :
a) Klik menu Start- All Program- Microsoft Office- Microsoft Word, kemudian klik. Muncul tampilan seperti terlihat pada gambar di bawah ini.
b) Selanjutnya, komputer akan melakukan proses dan layar monitor akan menampilkan tampilan seperti terlihat pada gambar berikut ini.
2. Mengenal Menu-Menu Standar Microsoft Word
Pengertian menu dalan Microsoft Word adalah kumpulan dari beberapa perintah yang terdapat pada jendela Microsoft Word. Menu dapat dikelopokan menjadi dua kelompok yaitu menu pull-down dan menu tollbar. Menu pull-down diantaranya adlah File, Edit, View, Insert, Format, Tools, Tabel, Window dan Help. Adapun menu toolbar adalah sekumpulan perintah yang terletak di bawah, diantaranya adalah Toolbar Standar, Toolbar Formating dan Toolbar Drawing.
Isi menu pull-down diantaranya adalah sebagai berikut.
a. Menu File
Menu File berhubungan dengan operasi terhadap file dokumen. Menu File memiliki submenu sebagai berikut.
New : membuat dokumen baru
Open : membuka file dari piranti/media penyimpanan
Close : membuka jendela dokumen aktif
Save : menyimpan dokumen yang masih aktif
Save as : menyimpan dokumen yang belum mempunyai nama atau mengganti nama file dokumen yang akan disimpan
Save as Web Page : menyimpan dokumen dalam bentuk halaman web
Web Page Preview : melihat contoh tampilan halaman web yang akan dibuat dan yang akan di cetak
Page Setup : mengatur halaman dokumen yang akan dicetak
Print Preview : melihat contoh hasil setakan dokumen (margin, ukuran kertas, dsb) sebelum dicetak melalui printer
Print : mencetak dokumen
Send to : mengirim dokumen
Properties : membuat ringkasan dokumen yang aktif
Exit : keluar dari Word dengan terlebih dahulu menutup seluruh dokumen
b. Menu Edit
Menu Edit berhubungan dengan penyuntingan (editing) terhadap file dokumen. Menu Edit memiliki submenu sebagai berikut.
Undo : membatalkan perintah yang terakhir dilakukan
Repeat : mengulangi perintah terakhir yang sebelumnya dibatalkan melalui perintah undo
Cut : memotong sebagian atau seluruh data
Copy : menyalin data
Paste : menyispkan/meletakkan hasil Copy dan Cut
Paste as Hyperlink : fasilitas pendukung perintah cut dan copy dengan pilihan format khusus
Clear : membersihkan atau menghapus semua data yang ada di dokumen
Select all : memilih (mengeblok) seluruh isi dari dokumen
Find : mencari data pada dokumen
Replace : mengganti data pada dokumen
Go To : berpindah ke halaman tertentu dari dokumen, bagian-bagian dari dokumen atau footnote
Links : menampilkan atau mengubah setiap link yang ada di file dokumen
Object : mengedit object yang berasala dari Inset yang berhubungan dengan Link (Object, ClipArt) dan lain-lain
c. Menu View
Menu View berhubungan dengan tampilan dari file dokumen. Menu View memiliki submenu sebagai berikut.
Normal : menampilkan dokumen dalam status normal
Web Layout : menampilkan dokumen dalam layout web
Print Layout : menampilkan dokumen dalam layout cetak
Outline : menampilkan struktur dokumen
Toolbar : memunculkan toolbar word
Ruler : memunculkan mistar dokumen
Document Map : memunculkan bagian dan subbagian dari dokumen pada jendela tersendiri
Header and Footer : membuat header and footer sebagai efek cetakan
Footnotes : menampilkan cetakan kaki dokumen
Full Screen : menampilkan dokumen satu tayangan penuh
Zoom : mengubah ukuran penampilan dokumen word
d. Menu Insert
Menu yang berhubungan dengan penyisipan pada file dokumen. Dengan submenu sebagai berikut.
Break : untuk membuat pemutusan halaman, kolom ataupun teks dari dokumen Word
Page Numbers : menyisipkan nomor halaman
Date and Time : menyisipkan tanggal dan waktu
Auto Text : menyisipkan teks tersentu
Field : menyisipkan field
Symbol : menyisipkan simbol
Comment : memberikan komentar pada lembar kerja
Footnote : menyisipkan catatan kaki dokumen
Caption : menyisipkan judul tabel, grafik, atau persamaan dalam tabel
Cross-Reference : menyisipkan referensi silang
Index and tabel : menyisipkan indeks dokumen, daftar isi dan daftar dokumen
Picture : menyisipkan gambar dari fasilitas Clipart, From File, Auto Shapes, Organization Chart, Word Ard dan From Scanner Camera
Diagram : menyisipkan diagram
Text Box : Menyisipkan kotak yang dapat diisi teks
File : menyisipkan file dokumen
Object : menyisipkan object
Bookmark : menyisipkan petunjutk halaman buku
Hyperlink : menysipkan teks dan gambar hyperlink pada lembar kerja dan membuat shortcut dalam membuka lembar kerja yang tersimpan di peranti penyimpanan
e. Menu Format
Menu Format berhubungan dengan operasi pengaturan terhadap file dokumen. Menu Format memiliki submenu sebagai berikut.
Font : mengatur tampilan font yang digunakan dalam dokumen
Paragraph : mengatur paragraph
Bullets and Numbering : mengatur pemberian tanda dan penomoran item
Border and Shading : mengatur batas-batas dan membuat efek bayangan
Colums : mengatur lajur kolom dalam dokumen
Tabs : mengatur tabulasi dokumen
Drop Cap : membuat drop cap
Change Case : mengubah hurup kapital
Background : mengatur warna latar belakang dari dokumen
Theme : mengganti model tampilan dokumen
Frames : mengatur frame
Auto Format : pengaturan secara otomatis
Style and Formatting : mengatur style paragrap
f. Menu Tools
Menu Tools berhubungan dengan operasi terhadap file dokumen. Menu tools memiliki submenu sebagai berikut.
Spelling and Grammar : memeriksa ejaan kata pada dokumen
Language : mengatur penggunaan bahasa
Word Count : penghitungan jumlah halaman, huruf, kata dan paragraf
Auto Summarize : mengoreksi kata yang ada pada dokumen secara otomatis
Track Changes : untuk menggabungkan dokumen
Compare and Merge Documents : berdasarkan waktu, siapa dan dimana pengubahahn itu terjadi dalam komputer
Protect Dokument : mengamankan atau memproteksi dokumen
Online Colaboration : fasilitas ini terdiri dari ; MeetNow, Schdule Meeting and Web discussion
Mail Mege : menggunakan fasilitas mail merge
Envelopes and Labels : menyusun dan mengadakan pertemuan sesuai dengan jadwalnya
Letter and Mailing : pembuatan surat dan makro
Macro
Templates and Add-Ins : mengaktifkan dan menonaktifkan program Add-ins dan template Word
Customize : menata toolbar, menambahkan command baru, membuat menu dan toolbar sesuai dengan keinginan
Options : pilihan dalam pengaturan
g. Menu Table
Menu Table berhubungan dengan pembuatan tabel dalam dokumen. Menu tabel memiliki submenu sebgai berikut.
Draw Table : membuat tabel dengan menggambar
Insert : menyisipkan tabel
Delete : menghapus tabel
Select : memilih tabel, kolom, baris, atau sel yang hendak diblok
Merge Cells : menggabung-gabungkan sel dalam tabel
Split Cells : memisahkan sel-sel dalam tabel
Convert : mengkonversi tabel ke teks atau sebaliknya
Sort : mengurukan data dalam tabel
Table Propeties : menampilkan rangkuman dalam tabel
h. Menu Window
Menu Window berhubungan dengan pengaturan terhadap jendela kerja dari dokumen. Menu window memiliki submenu sebagai berikut :
New Window : memperlihatkan dokumen yang sedang diedit pada jendela baru (new windom)
Arrange All : mengatur jendela dari dokumen
Split : membagi dokumen menjadi beberapa bagian
i. Menu Help
Menu Help Berhubungan dengan fasilitas bantuan dari Word. Menu help Memiliki submenu sebagai berikut.
Microsoft Office Word Help : melihat keterangan dari topik terpilih secara langsung tanpa melalui fasilitas help
Show The Office Assistant : menampilkan fasilitas office assistant dengan nama logo berurutan
Microsoft Office Online : koneksi internet pada situs office di web
Detect and repair : mendeteksi dan memperbaiki kesalahan pada word
About Microsoft Office Word : melihat penjelasan tentang Word dan konfigurasi komputer yang digunakan
3. Mengenal Ikon-Ikon Microsoft Word
Di samping menu-menu di atas, pada jendela Microsoft Word dijumpai ikon-ikon yang siap dipakai. Jika anda mengarahkan kursor pada ikon-ikon tersebut maka akan tampak fungsi-fungsi ikon itu. Agar lebih jelas, marilah kita lihat fungsi beberapa ikon pada daftar berikut ini.
No. Gambar Ikon Nama Ikon Fungsi
1 Huruf tebal Membuat tulisan menjadi tebal
2. Garis Bawah Membuat tulisan di garis bawahi
3. Huruf Miring Membuat tulisan miring
4. Penggunting Menghilangkan teks dari suatu bagian yang telah dipilih (diblok) pada dokumen ynag sedang di edit. Teks yang telah dihilangkan tersebut disimpan dalam clip board
5. Pengopi Menggandakan/mengopy teks yang telah dipilih (diblok) dan disimpan ke dalam Clipboard
6. Pengganda Memasukan isi dari clipboard pada bagian yang telah ditentukan dan menggantikan bagian yang telah dipilih (diblok). Perintah ini hanya dapat digunakan setelah melakukan perintah copy.
7. Text box Digunakan untuk membuat kotak berisi teks
8. ` Menggambar Digunakan untuk menampilkan dan menyembunyikan objek membuat garis, oval, persegi panjang dan lain-lain
9. Word Art Digunakan untuk membuat tampilan variasi teks
10. Clip Art Digunakan untuk menyisipkan clip art
11. Tabel Digunakan untuk membuat tabel
12. Grafik Digunakan untuk membuat gambar grafik
13. Penomoran Digunakan untuk menampilkan atau menghilangkan pemberian nomor
14. Bullets Digunakan untuk menampilkan atau menghilangkan pemberian bullets
15.
Bagi kolom Membagi jendela Microsoft Word menjadi beberapa kolom











B. Pengaturan Format Halaman

Yang dimaksud dengan mengatur format halaman diantaranya mengubah ukuran kertas, mengatur margin, memasang nomor halaman, dan lain-lain.
1. Mengubah Ukuran kertas dan Orientasi Pencetakan
Untuk mengubah ukuran kertas, dan orientasi pencetakan, ikuti langkah berikut ini :
a) Pilih dan klik menu File, Page Setup. Kotak dialog Page Setup akan ditampilkan.
b) Pada kotk dialog Page Setup, klik tab Paper Size.

c) Pada tombol daftar pilihan Paper Size, pilih dan klik ukuran kertas yang akan Anda gunakan. Atau gunakan kotak Width untuk menentukan lebar kertas, dan kotak Height untuk menentukan tinggi kertassesuai dengan keinginan Anda.
d) Pada kotak Orientation, beri tanda atau klik tombol pilihan Portrait untuk pencetakan dengan posisi tegak atau Landscape untuk pencetakan dengan posisi tertidur.
e) Pada tombol daftar pilihan Apply To, pilih dan klik bagian dokumen yang akan memakai ukuran kertas dan orientasi yang baru.

• Whole Document, pengaturan baru akan berlaku untuk seluruh halaman.
• This Point Forward, Microsoft Word akan menyisipkan tanda pemisah Continuous pada titik sisip dan pengaturan baru akan dimulai pada bagian yang baru.
• This Section, pengaturan baru akan berlaku pada bagian tempat titik sisip berada.
f) Lihat hasilnya pada kotak Preview dan klik OK untuk menutup kotak dialog.
2. Mengatur Margin

Margin merupakan jarak antara tepi daerah pengetikan teks dengan tepi halaman kertas. Apabila Anda membuka dokumen baru dengan menggunakan Blank Document, Microsoft Word akan menggunakan template normal dengan batas margin atas dan bawah 1 inci serta batas margin kiri dan kanan 1.25 inci.
Pengaturan margin akan berlaku untuk seluruh dokumen, kecuali jika Anda telah memilih teks tertentu atau membagi dokumen ke dalam beberapa bagian. Untuk mengatur margin dari dokumen dengan menggunakan menu, ikti langkah berikut ini :
a. Pilih dan klik menu File, Page Setup. Kotak dialog Page Setup akan ditampilkan.
b. Pada kotak dialog Page Setup, klik tab Margins.
c. Tentukan jarak dari batas margin yang Anda inginkan.


• Top, untuk menentukan batas margin atas.
• Bottom, untuk menentukan batas margin bawah.
• Left, untuk menentukan batas margin kiri pengetikan.
• Right, untuk menentukan batas margin kanan pengetikan.
• Gutter, untuk menambahkan spasi lebih pada margin kiri jika Anda tidak memberi tanda pemilihan pada kotak cek Mirror margins atau menambahhkan spasi lebih pada bagian dalam (margin kiri untuk halaman ganjil dan margin kanan untuk halaman genap) untuk daerah penjilidan jika Anda memberi tanda pemilihan pada kotak cek Mirror margins.
d. Pada kotak isian Header, tentukan jarak dari tepi atas kertas ke isi header. Dan pada kotak isian Footer, tentukan jarak dari tepi bawah kertas ke isi footer.
e. Pada kotak pilihan Apply To, pilih dan klik bagian mana dari dokumen yang akan memakai margin baru.
f. Beri tanda atau klik kotak cek Mirror Margins, jika Anda ingin ukuran margin kiri pada halaman genap menjadi ukuran margin kanan pada halaman ganjil dan ukuran margin kanan pada halaman genap akan menjadi ukuran margin kiri pada halaman ganjil.
g. Lihat hasilnya pada kotak Preview, dan klik OK untuk menutup kotak dialog.



3. Memasang Nomor Halaman

Microsoft Word menawarkan banyak pilihan untuk menempatkan dan menampilkan nomor halaman. Nomor halaman yang Anda tempatkan juga merupakan bagian dari Header atau Footer. Untuk memasang nomor halaman pada dokumen anda, ikuti langkah berikut :
a. Pilih dan klik menu View, Page Layout.
b. Pilih dan klik menu Insert, Page Numbers. Kotak dialog Page Numbers akan ditampilkan.
c. Pada tombol daftar pilihan Position, pilih dan klik posisi nomor halaman yang Anda inginkan.


• Top of Page(Header), untuk menempatkan nomor halaman di atas.
• Bottom of Page(Footer), untuk menempatkan nomor halaman di bawah.
d. Pada tombol daftar pilihan Alignment, pilih dan klik perataan nomor halaman yang Anda inginkan.
• Left, untuk penempatan nomor di sisi kiri.
• Center, untuk penempatan nomor di tengah.
• Right, untuk penempatan nomor di sisi kanan.
• Inside, untuk penempatan nomor di bagian dalam halaman dengan dua muka.
• Outside, untuk penempatan nomor di bagian luar halaman dengan dua muka.
e. Nomor halaman akan muncul di seluruh halaman yang ada dalam dokumen mulai dari halaman pertama. Jika halaman pertama tidak ingin di beri nomor halaman, hilangkan tanda pemilihan pada kotak cek Show number on first page.
f. Klik tombol perintah Format, untuk memilih format nomor yang akan anda pakai (default 1, 2, 3).
g. Klik OK.








BAB III
PENUTUPAN
Dalam bab penutupan ini penyusun tidak akan menyimpulkan subtansi dari makalah ini. Karena, kami beranggapan bahwa dalam hal ini semuanya berkaitan satu sama lain sehingga kurang pas kalau kita buat kesimpulannya.
Dari pemaparan di atas penyusun menyarankan beberapa hal sebagai berikut.
1. Kami sadar bahwa makalah ini belum bahkan jauh dari kesempurnaan. Oleh karena itu, kami menyarankan supaya para pembaca supaya membaca lagi tulisan-tulisan lain sehingga pemahaman tentang Microsoft Word 2003 ini bisa lebih baik lagi
2. Pada umumnya, untuk dapat menggunakan komputer tidak hanya materi tetapi praktek. Oleh karena itu kami menyarankan untuk banyak berlatih lagi.









DAFTAR PUSTAKA
Dwi Maryono. 2007. Teknologi Informasi dan Komunikasi. Surakarta: Tiga Serangkai
IlmuKomputer.com
http://id.wikipedia.org

makalah tafsir

hubungan antar agama
BAB I
PENDAHULUAN


Semua agama mengajarkan dan memproklamirkan Kasih sayang, cinta, kedamaian, kebajikan, persaudaraan dan sejumlah niai-nilai kemanusiaan secara normative dan ideal. Namun jika melihat secara historis, agama tidak selalu berfungsi positif untuk kemanusiaan. Agama kadangkala memunculkan banyak problem kemanusiaan.
Konflik berkepanjangan bercorak agama memang sangat rentan terjadi di tengah-tengah masyarakat, mengingat agama memang satu unsur kehidupan yang cukup peka jika sekiranya ada faktor yang mengusiknya. Perang salib yang berkecamuk sampai 9 tahap dalam kurun waktu yang cukup lama adalah salah satu momen konflik becorak agama yang cukup mengerikan sepanjang sejarah Islam-Kristen. Korbanpun berguguran di antara kedua belah pihak, sisi kemanusiaan saat itu dicabik-cabik oleh sikap anarkis bermotif agama. Disinilah agama menjadi satu titik pertanyaan besar, benarkah agama sumber ketenangan ataukah sebaliknya?.
Boleh saja sebagian orang beranggapan agama adalah sumber ketenangan dan malapetaka. Menempatkan agama berdiri diantara dua sudut yang berlawanan memang tidak sepenuhnya salah, akan tetapi rasanya terlalau terburu-buru jika kemudian pernyataan tersebut dibiarkan lepas tanpa diikuti dengan pengungkapan ilmiah yang berimbang dan valid. Karena walau bagaimanapun sisi perdamaian yang dibawa oleh agama juga merupakan satu kenyataan yang tidak bisa diabaikan begitu saja. Dengan demikian sisi kelam dari agama tidaklah menunjukkan agama tersebut sebagai sumber kebobrokan akan tetapi yang menjadi persoalan adalah seberapa jauh para penganutnya dapat memahami ajaran agama itu sendiri.
Bila saja merujuk pada ajaran agama, dalam hal ini Islam sebagai satu model ajaran agama yang memproklamirkan sebagai agama kemanusiaan. Kedatangan Islam pertama kali jika ditinjau dari sejarahnya adalah satu bentuk respon terhadap masyarakat dengan prinsip-prinsip kesetaraan, kemerdekaan serta penghormatan terhadap hak-hak asasi manusia, dimana waktu itu unsur-unsur kemanusiaan banyak terabaikan oleh masyarakat Arab yang jahiliyah. Islam dengan prinsip-prinsip kemanusiaan yang melekat pada ajarannya sebagai satu agama yang mengangkat sisi kemanusiaan yang ternoda tersebut kembali pada tempatnya, sehingga dari situlah secara kukuh Islam bisa dinyatakan sebagai agama kemanusiaan.
Lembaran sejarah dunia Islam juga menyajikan satu cerminan yang cukup penting untuk dilihat pada satu kondisi masyarakat Madinah yang cukup akur antar kelompok satu dengan kelompok yang lain. Waktu itu Madinah adalah suatu kota yang ditinggali oleh masyarakat yang majemuk, secara garis besar ada tiga kelompok besar masyarakat waktu itu, yaitu kaum muslimin (Anshor dan Muhajirin), orang Arab yang belum masuk Islam dan Yahudi. Waktu itu kaum muslim adalah kelompok yang paling dominan diantara kelompok lainnya, namun Islam tidak menampilkan satu kelompok yang angkuh, tapi Islam yang diperagakan oleh Rasulullah sebagai Islam yang rahmatan lil’alamin (mengayomi dan menghargai perbedaan). Islam yang ramah tersebut tertuang dalam satu nota kesepahaman yang dikenal dengan Piagam Madinah. Dalam piagam inilah terlintas kedekatan Islam sebagai agama yang sangat menghargai unsur kemanusiaan, lewat penginsafan adanya perbedaan keyakinan yang harus dihormati.
Begitu cukup indah cerminan sejarah yang terdeskripsikan di atas, itulah wajah Islam yang dicontohkan oleh rasul. Islam adalah agama yang santun, sangat memanusiakan manusia dengan menghargai perbedaan sebagai salah bentuk kenyataan hidup yang tidak bisa disisihkan. Al-Qur’an juga memberikan satu respon toleran pada persoalan keyakinan dan agama, “bagimu agamamu dan bagiku agamaku”. Cukup banyak contoh-contoh yang lain mengenai sikap toleransi yang diajarkan oleh Al-Qur’an lewat ayat-ayatnya yang Agung, kemudian akhirnya membawa ajaran Islam sebagai satu model ajaran agama yang kental akan penghargaan terhadap unsur-unsur kemanusiaan.
Sejarah serta sedikit kutipan ajaran Al-Qur’an di atas cukup kiranya untuk mengatakan bahwa Islam secara ajaran, mungkin juga pada ajaran-ajaran agama yang lain pada prinsipnya sangat menghargai dan mendambakan kondisi kemanusiaan yang wajar. Tidak ada dalam ajaran-ajaran tersebut ajakan untuk saling memusuhi, dengan demikian agama tetaplah suatu ajaran yang suci, yang menjadikan agama itu sebagai tempat bertikai adalah para pemeluknya yang salah dalam memahami ajaran agamanya. Tetapi, pertikaian antar agama tetap menjadi satu problem yang terus melilit sejarah peradaban manusia sampai detik ini.
Islam dengan seperangkat ajarannya yang sejak dari pertama adalah agama kemanusiaan tentunya mempunyai banyak sisi untuk dijadikan satu titik tolak menuju hubungan antar umat beragama yang harmonis. Jika Nabi sempat mencontohkan lewat Piagam Madinah yang merupakan segmen pada tataran perpolitikan, kiranya juga sangat menarik jika kemudian perdamaian itu bisa dirajut melalui sisi spiritual.

BAB II
HUBUNGAN ANTAR AGAMA

A. Q.S. AL KAFIRUN
                  •        
Artinya:
(1). Katakanlah: "Hai orang-orang kafir, (2). aku tidak akan menyembah apa yang kamu sembah. (3). dan kamu bukan penyembah Tuhan yang aku sembah. (4). dan aku tidak pernah menjadi penyembah apa yang kamu sembah, (5). dan kamu tidak pernah (pula) menjadi penyembah Tuhan yang aku sembah.

1. Penafsiran Ayat
قُلْ يَا أَيُّهَا الْكَافِرُونَ
“Katakanlah: "Hai orang-orang kafir”.
Ayat ini sebenarnya ditujukan pada orang-orang kafir di muka bumi ini. Akan tetapi, konteks ayat ini membicarakan tentang kafir Quraisy.
Yang dimaksud dengan ayat,
لَا أَعْبُدُ مَا تَعْبُدُونَ
“Aku tidak akan menyembah apa yang kamu sembah”,
yaitu berhala dan tandingan-tandingan selain Allah.
Maksud firman Allah selanjutnya,
وَلَا أَنْتُمْ عَابِدُونَ مَا أَعْبُدُ
“Dan kamu bukan penyembah Tuhan yang aku sembah”,
yaitu yang aku sembah adalah Allah semata, tidak ada sekutu bagi-Nya.
Allah Ta’ala firmankan selanjutnya,
وَلَا أَنَا عَابِدٌ مَا عَبَدْتُمْ
“Dan aku tidak pernah menjadi penyembah apa yang kamu sembah”,
maksudnya adalah aku tidak akan beribadah dengan mengikuti ibadah yang kalian lakukan, aku hanya ingin beribadah kepada Allah dengan cara yang Allah cintai dan ridhoi.

Oleh karena itu selanjutnya Allah Ta’ala mengatakan kembali,
وَلَا أَنْتُمْ عَابِدُونَ مَا أَعْبُدُ
“Dan kamu tidak pernah (pula) menjadi penyembah Tuhan yang aku sembah”, maksudnya adalah kalian tidak akan mengikuti perintah dan syari’at Allah dalam melakukan ibadah, bahkan yang kalian lakukan adalah membuat-buat ibadah sendiri yang sesuai selera hati kalian. Hal ini sebagaimana Allah firmankan,

إِنْ يَتَّبِعُونَ إِلَّا الظَّنَّ وَمَا تَهْوَى الْأَنْفُسُ وَلَقَدْ جَاءَهُمْ مِنْ رَبِّهِمُ الْهُدَى
“Mereka tidak lain hanyalah mengikuti sangkaan-sangkaan, dan apa yang diingini oleh hawa nafsu mereka dan sesungguhnya telah datang petunjuk kepada mereka dari Tuhan mereka.” (QS. An Najm: 23)

Mengenai ayat yang berulang
Ada tiga pendapat dalam penafsiran ayat ini:
Tafsiran pertama: Menyatakan bahwa maksud ayat tersebut adalah untuk penguatan makna (ta’kid). Pendapat ini dinukil oleh Ibnu Jarir dari sebagian pakar bahasa. Yang semisal dengan ini adalah firman Allah Ta’ala,
فَإِنَّ مَعَ الْعُسْرِ يُسْرًا (5) إِنَّ مَعَ الْعُسْرِ يُسْرًا (6)
“Karena sesungguhnya sesudah kesulitan itu ada kemudahan, sesungguhnya sesudah kesulitan itu ada kemudahan.” (QS. Alam Nasyroh: 5-6)
Begitu pula firman Allah Ta’ala,
لَتَرَوُنَّ الْجَحِيمَ (6) ثُمَّ لَتَرَوُنَّهَا عَيْنَ الْيَقِينِ (7)
“Niscaya kamu benar-benar akan melihat neraka Jahiim, dan sesungguhnya kamu benar-benar akan melihatnya dengan 'ainul yaqin.” (QS. At Takatsur: 6-7)
Tafsiran kedua: Sebagaimana yang dipilih oleh Imam Bukhari dan para pakar tafsir lainnya, bahwa yang dimaksud ayat,
لَا أَعْبُدُ مَا تَعْبُدُونَ (2) وَلَا أَنْتُمْ عَابِدُونَ مَا أَعْبُدُ
“Aku tidak akan menyembah apa yang kamu sembah. Dan kamu bukan penyembah Tuhan yang aku sembah.” Ini untuk masa lampau.
وَلَا أَنَا عَابِدٌ مَا عَبَدْتُمْ (4) وَلَا أَنْتُمْ عَابِدُونَ مَا أَعْبُدُ (5)
“Dan aku tidak pernah menjadi penyembah apa yang kamu sembah, dan kamu tidak pernah (pula) menjadi penyembah Tuhan yang aku sembah.” Ini untuk masa akan datang.
Tafsiran ketiga: Yang dimaksud dengan ayat,
لَا أَعْبُدُ مَا تَعْبُدُونَ
“Aku tidak akan menyembah apa yang kamu sembah.” Yang dinafikan (ditiadakan di sini) adalah perbuatan (menyembah selain Allah) karena kalimat ini adalah jumlah fi’liyah (kalimat yang diawali kata kerja).
Sedangkan ayat,
وَلَا أَنَا عَابِدٌ مَا عَبَدْتُمْ
“Dan aku tidak pernah menjadi penyembah apa yang kamu sembah.” Yang dimaksudkan di sini adalah penafian (peniadaan) menerima sesembahan selain Allah secara total. Di sini bisa dimaksudkan secara total karena kalimat tersebut menggunakan jumlah ismiyah (kalimat yang diawali kata benda) dan ini menunjukkan ta’kid (penguatan makna). Sehingga seakan-akan yang dinafikan dalam ayat tersebut adalah perbuatan (menyembah selain Allah) dan ditambahkan tidak menerima ajaran menyembah selain Allah secara total. Yang dimaksud ayat ini pula adalah menafikan jika Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam tidak mungkin sama sekali menyembah selain Allah. Tafsiran yang terakhir ini pula adalah tafsiran yang bagus. Wallahu a’lam.

2. Asbabun Nuzul
Dikisahkan sekelompok pemuka kaum kafir Quraisy mendatangi Rasulullah saw, seraya berkata: "Wahai Muhammad! Ikutlah agama kami, niscaya kami pun akan mengikuti agamamu. Sembahlah tuhan-tuhan kami selama setahun dan kami akan menyembah Tuhanmu dalam setahun". Rasulullah menjawab: "Aku berlindung kepada Allah dari perbuatan syirik. Mendengar jawaban ini, mereka tidak menyerah, bahkan meringankan penawaran dengan hanya meminta beliau mengakui keberadaan tuhan mereka: "Terimalah sebagian tuhan-tuhan kami, niscaya kami akan beriman kepadamu dan menyembah Tuhanmu".Lalu Rasulullah saw. Menjawab: “tunggulah sampai ada wahyu yang turun kapadaku dari Rabbku. Maka Allah menurunkan FirmanNya surat "al-Kafirun" ayat I-5.
Keesokan harinya, beliau pergi ke Masjidil Haram. Di sana para pemuka Quraisy sedang berkumpul. Lalu Rasulullah menghampiri dan berdiri di tengah-tengah mereka, lalu membacakan wahyu yang baru diterimanya. Akhirnya kaum Quraisy pun berputus asa. Peristiwa ini disebut dalam banyak kitab tafsir, seperti Tafsir imam Tabari (w. 310H), Ibnu Katsir (w. 774H), al-Baghwi (w. 516H), al-Alusi (w. 1270H), dsb. Dan tidak ada satu pun perbedaan yang kontradiktif di kalangan ulama tafsir dalam menguraikan makna surat al-Kafirun.
Sikap penolakan Rasulullah yang tidak "umum" terhadap tawaran kaum Quraisy yang sekilas nampak "adil, netral, pluralis dan humanis" tentunya bukanlah hal mudah dan ringan. Sebaliknya, ia menunjukkan suatu keteguhan hati dalam mengemban Risalah Tuhan. Padahal jika saja Nabi Muhammad menerima tawaran mereka, mereka akan memberikan seluruh harta yang dimiliki dan menjadikan beliau orang terkaya di Makkah, serta mempersilahkan beliau mengawini perempuan mana saja yang beliau maui.
Di samping itu, mereka juga berjanji akan tunduk setia kepada aturan Rasulullah asalkan beliau mau mengakui tuhan mereka dan tidak mengusiknya. Mereka menyakinkan bahwa tawaran ini terdapat kebaikan (maslahat), saling menguntungkan dan menyenangkan semua pihak. . Maka Allah pun menguatkan hati beliau,

قُلْ أَفَغَيْرَ اللَّهِ تَأْمُرُونِّي أَعْبُدُ أَيُّهَا الْجَاهِلُونَ
"Katakanlah: "Maka apakah kepada selain Allah kamu menyuruhku menyembah, wahai orang-orang yang jahil?" (QS. Az-Zumar :64)

5. Pandangan Ulama
Imam Al Bukhari mengatakan,
( لَكُمْ دِينُكُمْ ) الْكُفْرُ . ( وَلِىَ دِينِ ) الإِسْلاَمُ وَلَمْ يَقُلْ دِينِى ، لأَنَّ الآيَاتِ بِالنُّونِ فَحُذِفَتِ الْيَاءُ كَمَا قَالَ يَهْدِينِ وَيَشْفِينِ . وَقَالَ غَيْرُهُ ( لاَ أَعْبُدُ مَا تَعْبُدُونَ ) الآنَ ، وَلاَ أُجِيبُكُمْ فِيمَا بَقِىَ مِنْ عُمُرِى ( وَلاَ أَنْتُمْ عَابِدُونَ مَا أَعْبُدُ ) . وَهُمُ الَّذِينَ قَالَ ( وَلَيَزِيدَنَّ كَثِيرًا مِنْهُمْ مَا أُنْزِلَ إِلَيْكَ مِنْ رَبِّكَ طُغْيَانًا وَكُفْرًا )
“Lakum diinukum”, maksudnya bagi kalian kekafiran yang kalian lakukan. “Wa liya diin”, maksudnya bagi kami agama kami. Dalam ayat ini tidak disebut dengan (دِينِى) karena kalimat tersebut sudah terdapat huruf “nuun”, kemudian “yaa” dihapus sebagaimana hal ini terdapat pada kalimat (يَهْدِينِ) atau (يَشْفِينِ). Ulama lain mengatakan bahwa ayat (لاَ أَعْبُدُ مَا تَعْبُدُونَ), maksudnya adalah aku tidak menyembah apa yang kalian sembah untuk saat ini. Aku juga tidak akan memenuhi ajakan kalian di sisa umurku (artinya: dan seterusnya aku tidak menyembah apa yang kalian sembah), sebagaimana Allah katakan selanjutnya (وَلاَ أَنْتُمْ عَابِدُونَ مَا أَعْبُدُ). Mereka mengatakan,
وَلَيَزِيدَنَّ كَثِيرًا مِنْهُمْ مَا أُنْزِلَ إِلَيْكَ مِنْ رَبِّكَ طُغْيَانًا وَكُفْرًا

“Dan Al Quran yang diturunkan kepadamu dari Tuhanmu sungguh-sungguh akan menambah kedurhakaan dan kekafiran bagi kebanyakan di antara mereka.” (QS. Al Maidah: 64). Demikian yang disebutkan oleh Imam Al Bukhari.
Imam Ibnu Katsir dalam tafsirnya menyebutkan bahwa, surat ini adalah surat penolakan (baraa’) terhadap seluruh amal ibadah yang dilakukan oleh orang-orang musyrik, dan yang memerintahkan agar kita ikhlas dalam setiap amal ibadah kita kepada Allah, tanpa ada sedikitpun campuran, baik dalam niat, tujuan maupun bentuk dan tata caranya. Karena setiap bentuk percampuran disini adalah sebuah kesyirikan, yang tertolak secara tegas dalam konsep aqidah dan tauhid Islam yang murni.
Meskipun kita diperbolehkan untuk berinteraksi dengan orang-orang kafir dalam berbagai bidang kehidupan umum (lihat QS Luqman [31]: 15, QS Al-Mumtahanah [60]: 8 dan yang lainnya), namun khusus dalam masalah agama yang meliputi aqidah, ritual ibadah, hukum, dan semacamnya, sebagaimana dinyatakan dalam surat ini, kita harus bersikap tegas kepada mereka, dengan arti kita harus bisa memurnikan dan tidak sedikitpun mencampuradukkan antara agama kita dan agama mereka.

6. Isi Kandungan
Secara umum, surat ini memiliki dua kandungan utama. Yaitu:
Pertama, ikrar kemurnian tauhid, khususnya tauhid uluhiyah (tauhid ibadah).
Kedua, ikrar penolakan terhadap semua bentuk dan praktek peribadatan kepada selain Allah, yang dilakukan oleh orang-orang kafir.
Kedua, kandungan makna ini begitu urgen dan mendasar sekali, sehingga ditegaskan dengan berbagai bentuk penegasan yang tergambar secara jelas di bawah ini.
Pertama, Allah memerintahkan Rasul-Nya shallallahu 'alaihi wasallam untuk memanggil orang-orang kafir dengan khitab (panggilan) ’Yaa ayyuhal kafirun’ (Wahai orang-orang kafir), padahal Al-Qur’an tidak biasa memanggil mereka dengan cara yang vulgar semacam ini. Yang lebih umum digunakan dalam Al-Qur’an adalah khitab semacam 'Yaa ayyuhan naas' (Wahai sekalian manusia) dan sebagainya.
Kedua, pada ayat ke-2 dan ke-4 Allah memerintahkan Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam untuk menyatakan secara tegas, jelas dan terbuka kepada mereka, dan tentu sekaligus kepada setiap orang kafir sepanjang sejarah, bahwa beliau (begitu pula ummatnya) sama sekali tidak akan pernah (baca: tidak dibenarkan sama sekali) menyembah apa yang disembah oleh orang-orang kafir.
Ketiga, pada ayat ke-3 dan ke-5 Allah memerintahkan Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam untuk menegaskan juga dengan jelas dan terbuka bahwa, orang-orang kafir pada hakikatnya tidak akan pernah benar-benar menyembah-Nya. Dimana hal ini bisa pula kita pahami sebagai larangan atas orang-orang kafir untuk ikut-ikutan melakukan praktek-praktek peribadatan kepada Allah sementara mereka masih berada dalam kekafirannya. Mereka baru boleh melakukan berbagai praktek peribadatan tersebut jika mereka sudah masuk ke dalam agama Islam.
Keempat, Allah lebih menegaskan hal kedua dan ketiga diatas dengan melakukan pengulangan ayat, dimana kandungan makna ayat ke-2 diulang dalam ayat ke-4 dengan sedikit perubahan redaksi nash, sedang ayat ke-3 diulang dalam ayat ke-5 dengan redaksi nash yang sama persis. Adanya pengulangan ini menunjukkan adanya penafian atas realitas sekaligus larangan yang bersifat total dan menyeluruh, yang mencakup seluruh waktu (yang lalu, kini, yang akan datang dan selamanya), dan mencakup seluruh bentuk dan macam peribadatan.
Kelima, Allah memungkasi dan menyempurnakan semua hal diatas dengan penegasan terakhir dalam firman-Nya: ’Lakum diinukum wa liya diin’ (Bagi kalian agama kalian dan bagiku agamaku). Dimana kalimat penutup yang singkat ini memberikan sebuah penegasan sikap atas tidak bolehnya pencampuran antara agama Islam dan agama lainnya. Jika Islam ya Islam tanpa boleh dicampur dengan unsur-unsur agama lainnya dan demikian pula sebaliknya. Ayat ini juga memupus harapan orang-orang kafir yang menginginkan kita untuk mengikuti dan terlibat dalam peribadatan-peribadatan mereka.
* لَكُمْ دِينُكُمْ وَلِىَ دِينِ *
Ayat pamungkas yang merupakan ringkasan dan kesimpulan seluruh kandungan surat Al-Kaafiruun ini, secara umum semakna dengan firman Allah yang lain dalam QS. Yunus [10]: 41, dan mungkin juga QS. Al-Qashash [28]: 55, serta yang lainnya. Dimana semuanya berintikan pernyataan dan ikrar ketegasan sikap setiap orang beriman terhadap setiap orang kafir, tanpa adanya sedikitpun toleransi, kompromi dan pencampuran, jika terkait secara khusus tentang masalah dan urusan agama masing-masing, yakni yang meliputi aspek aqidah, ritual ibadah dan hukum.
Namun demikian dari sisi yang lain, jika kita renungkan, surat inipun dari awal sampai akhir, sebenarnya juga mengandung makna sikap toleransi Islam dan kaum muslimin terhadap agama lain dan pemeluknya. Yakni berupa sikap pengakuan terhadap eksistensi agama selain Islam dan keberadaan penganut-penganutnya. Meskipun yang dimaksud tentulah sekadar pengakuan terhadap realita, dan sama sekali bukan pengakuan pembenaran.
Dan hal itu didukung oleh pernyataan yang menegaskan bahwa, tidak boleh ada pemaksaan untuk masuk agama Islam, apalagi agama yang lain, yakni dalam firman Allah: ”Laa ikraaha fiddiin” (QS. Al-Baqarah [2]: 256). Dan hal itu lebih dikuatkan lagi dengan dibenarkannya kaum mukminin bergaul, berhubungan, berinteraksi dan bekerjasama dengan kaum kafirin dalam berbagai bidang kehidupan umum, seperti bidang sosial kemasyarakatan, ekonomi, bisnis dan perdagangan, politik, pemerintahan dan kenegaraan, dan lain-lain. Yang jelas semua bidang selain bidang khusus agama yang mencakup masalah aqidah, ritual ibadah dan hukum.
Sebagai penutup, berikut ini poin-poin kesimpulan umum dari kandungan makna surat Al-Kaafiruun:
1. Secara umum Islam memberikan pengakuan terhadap realita keberadaan agama-agama lain dan penganut-penganutnya. Disamping dari kalimat "Lakum diinukum waliya diin", makna tersebut juga diambil firman Allah yang lain seperti "Laa ikraaha fid-diin", yang berarti Islam mengakui adanya kebebasan beragama bagi setiap orang, dan bukan kebebasan mengganggu, mempermainkan atau merusak agama yang ada.
2. Dan karenanya, Islam membenarkan kaum muslimin untuk berinteraksi dengan ummat-ummat non muslim itu dalam bidang-bidang kehidupan umum.
3. Namun di saat yang sama Islam memberikan ketegasan sikap ideologis berupa baraa’ atau penolakan total terhadap setiap bentuk kesyirikan aqidah, ritual ibadah ataupun hukum, yang terdapat di dalam agama-agama lain.
4. Maka tidak boleh ada pencampuran antara Islam dan agama-agama lain dalam bidang-bidang aqidah, ritual ibadah dan hukum.
5. Begitu pula antar ummat muslim dan ummat kafir tidak dibenarkan saling mencampuri urusan-urusan khusus agama lain.
6. Kaum muslimin dilarang keras ikut-ikutan penganut agama lain dalam keyakinan aqidah, ritual ibadah dan ketentuan hukum agama mereka.
7. Ummat Islam tidak dibenarkan melibatkan diri dan bekerja sama dengan penganut agama lain dalam bidang-bidang yang khusus terkait dengan keyakinan aqidah, ritual ibadah dan hukum agama mereka.

B. Q.S. AL MUMTAHANAH

                  •                           
Artinya:
8. “Allah tidak melarang kamu untuk berbuat baik dan Berlaku adil terhadap orang-orang yang tiada memerangimu karena agama dan tidak (pula) mengusir kamu dari negerimu. Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang Berlaku adil.”
9. “Sesungguhnya Allah hanya melarang kamu menjadikan sebagai kawanmu orang-orang yang memerangimu karena agama dan mengusir kamu dari negerimu, dan membantu (orang lain) untuk mengusirmu. dan Barangsiapa menjadikan mereka sebagai kawan, Maka mereka Itulah orang-orang yang zalim”

1. Asbabun Nuzul
Dalam hal ini ada beberapa pendapat di kalangan ahli tafsi . Di antara pendapat tersebut adalah yang menyatakan bahwa ayat ini turun pada Asma’ binti Abi Bakr –radhiyallahu ‘anhuma-, di mana ibundanya –Qotilah binti ‘Abdil ‘Uzza- yang musyrik dan ia diperintahkan oleh Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam untuk tetap menjalin hubungan dengan ibunya. Ini adalah pendapat dari ‘Abdullah bin Az Zubair.
Imam Bukhari membawakan Bab dalam kitab Shahihnya “Menjalin hubungan dengan orang tua yang musyrik”. Kemudian beliau membawakan riwayat berikut, Asma’ mengatakan,
أَتَتْنِى أُمِّى رَاغِبَةً فِى عَهْدِ النَّبِىِّ - صلى الله عليه وسلم - فَسَأَلْتُ النَّبِىَّ - صلى الله عليه وسلم - آصِلُهَا قَالَ « نَعَمْ »
“Ibuku mendatangiku dan ia sangat ingin aku menyambung hubungan dengannya . Kemudian aku menanyakan pada Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, bolehkah aku tetap menjalin hubungan dengannya? Beliau pun menjawab, “Iya boleh”.” Sufyan bin ‘Uyainah mengatakan bahwa setelah itu Allah menurunkan firman-Nya (yang artinya), “Allah tiada melarang kamu untuk berbuat baik dan berlaku adil terhadap orang-orang yang tiada memerangimu karena agama” (QS. Al Mumtahanah: 8).

2. Hadits Pendukung

عَنْ عَائِشَةَ رَضِيَ الله ُعَنْهَا أَنَّ النَّبِيَ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَ سَلَّمَ اِشْتَرَى طَعَامًا مِنْ يَهُوْدِيٍّ إِلَى أَجَلٍ وَرَهَنَهُ دِرْعًا مِنْ حَدِيْدٍ. ( رواه البخاري ).
Artinya : Dari ‘Aisyah Radliyallahu'anha, sesungguhnya Rasululah Shallallahu 'alaihi wasallam bersabda, “Rasululah membeli makanan kepada orang Yahudi dari hasil gadaian baju besinya.”
عَنْ عَائِشَةَ رَضِيَ الله ُعَنْهَاقَالَتْ اِشْتَرَى رَسُوْلُ اللهُ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَ سَلَّمَ مِنْ يَهُوْدِيٍّ طَعَامًا نَسِيْئَةٍ ٍ وَرَهَنَهُ دِرْعَهُ. ( رواه البخاري ).
Artinya: Telah berkata ‘Aisyah Radliyallahu 'anha, “Rasulullah Shallallahu 'alaihi wasallam telah membeli gandum kepada seorang Yahudi dan sekaligus menggadaikan baju besinya kepada orang Yahudi tersebut.”
Hadis pertama di atas tertera pada bab“Syirau an-nabi shallallahu 'alaihi wasallam bi an-nasyiah” , bab “Syirau al-imam al-hawaij bi nafsihi” , Dari berbagai hadis di atas yang semua lafadznya dan maknanya hampir sama, Imam Ibnu Hajar al-Asqolany mensyarahnya dengan pernyataan bahwa kesemua hadis tersebut menunjukkan bolehnya bermu’amalah dalam bidang ekonomi dengan selain orang Islam.

3. Pandangan Ulama
Suatu ketika Ibnu Taimiyah ditanya oleh seseorang tentang hukum bermu’amalah dengan orang Tartar yang saat itu sedang memerangi umat Islam. Maka beliau menjawab , “Bahwasanya bermu’amalah dengan orang Tartar itu boleh sebagaimana diperbolehkannya bermu’amalah dengan orang yang serupa dengan mereka (non muslim). Maka dibolehkan bagi seorang muslim menjual kain tenun Tarkaman, tenunan Arab, tenunan Kurdi, kuda, pakaian, dan makanan, serta barang-barang lain yang dimiliki seorang muslim. Dan bolehnya menjual barang-barang kepada mereka itu juga diperbolehkan kepada orang non muslim selain mereka. Akan tetapi kalau hubungan mu’amalah tersebut itu menguntungkan mereka dan merugikan umat Islam; seperti menjual senjata kepada mereka yang digunakan untuk memerangi kaum muslimin, maka ini tidak boleh. Ini sebagaimana ayat:
وَتَعَاوَنُوا عَلَى الْبِرِّ وَالتَّقْوَى وَلاَتَعَاوَنُوا عَلَى اْلإِثْمِ وَالْعُدْوَانِ
“Dan saling tolong-menolonglah dalam kebaikan dan janganlah saling tolong-menolong dalam kejelekan” .”
Kemudian hal senada juga disampaikan DR. Ibrahim bin Muhamad bin Abdullah al-Buraikan di dalam Al-Madkhal li Diraasat al-Aqidah al-Islamiyyah 'ala Madzhabi Ahl as-Sunnah wa al-Jama'ah. Di dalam kitabnya tersebut beliau menyatakan bahwa sikap permusuhan terhadap orang kafir yang terungkap dalam konsep al-bara' tidak berarti bahwa kaum muslimin boleh bersikap buruk terhadap mereka, baik dengan perkataan maupun perbuatan. Kebencian itu juga tidak boleh mencegah kaum muslimin untuk melakukan apa yang menjadi hak-hak mereka, menerima kesaksian-kesaksian sebagian mereka atas sebagian yang lain, serta berbuat baik terhadap mereka. Pernyataan ini beliau keluarkan dengan berdasarkan pada surat Al-Mumtahanah ayat 8. Lalu DR. al-Buraikan melanjutkan bahwa hukum ini berlaku untuk orang kafir yang mempunyai perjanjian damai dan jaminan pengamanan dari kaum muslimin dan tidak berlaku bagi orang kafir yang berstatus ahlul harb (orang yang boleh diperangi). Dengan demikian, jelaslah bahwa muamalah yang baik dengan orang kafir adalah suatu akhlak mulia yang sangat dianjurkan dan diperintahkan oleh syariat Islam. Adapun yang diharamkan adalah mendukung dan menolong orang kafir untuk kekufuran. Pengharaman ini dapat menyebabkan pelanggarnya sampai kepada kekufuran sebagaimana firman Allah Subhanahu wata'ala ,
(( وَمَن يَتَوَلَّهُم مِّنكُمْ فَإِنَّهُ مِنْهُم))
"Barangsiapa yang menjadikan mereka pemimpin, maka dia itu dari (golongan) mereka" .
Sedangkan DR.Yusuf al-Qordhowi melarang kaum muslimin bermu’amalah dengan orang non muslim, baik yang memerangi umat Islam ataupun yang tidak. Beliau berdalil dengan ayat (( وَالَّذِينَ كَفَرُوا بَعْضُهُمْأَوْلِيَآءُ بَعْض )) “Dan orang-orang non muslim itu yang sebagian menjadi pelindung bagi yang lain” .
Dan di sini perlu kami sampaikan sebuah kaedah ushul fiqh:
* اَلاَصلُ فِي العِيَادَةِ اَلتَّحرِيمِ وَ الَاصلُ ِفي غِيرِهَا الاِبَاحَة *
“Hukum asal dari ibadah adalah haram dan selain ibadah adalah mubah”. Maksud dari kaedah di atas adalah bahwa pada asalnya hukum semua peribadatan adalah haram, kecuali jika ada dalil yang menyebabkan hukum yang haram tersebut berubah. Sebagai contoh adalah dikarenakan ada ayat berbunyi,
وَاعْبُدُوا اللهَ وَلاَتُشْرِكُوا بِهِ شَيْئًا
”Dan beribadahlah kepada Allah dan janganlah kamu menyekutukannya dengan sesuatupun.” Maka keharaman beribadah berubah menjadi wajib adanya. Sebaliknya asal hukum semua amalan selain ibadah adalah mubah, kecuali jika ada dalil yang menyebabkan hukum mubah tersebut berubah. Sebagai contoh adalah hukum jual beli yang pada asalnya adalah boleh, dan hukum ini tidak akan berubah sampai ada dalil yang menyebabkan hukum boleh itu berubah, seperti jual beli barang haram atau jual beli dengan non muslim yang memusuhi dan memerangi kaum muslimin. Maka hukum jual belipun menjadi haram.

4. Isi kandungan
Islam tidak melarang umatnya untuk berbuat baik dan adil kepada orang-orang kafir ahl adz-dzimmah (yaitu orang-orang kafir yang hidup sebagai rakyat Negara Islam dengan jaminan perlindungan dari negara) atau mu‘âhid (yaitu orang-orang kafir yang hidup sebagai rakyat negara kafir tetapi negaranya mempunyai perjanjian dengan Negara Islam). Inilah yang ditunjukkan oleh Rasulullah saw. ketika beliau menjenguk orang Yahudi yang sakit, kemudian beliau duduk di atas kepalanya, seraya menyerukan agar dia memeluk Islam. Akhirnya, setelah bertanya kepada ayahnya, ayahnya menyuruhnya agar mengikuti apa dinyatakan oleh Rasul. Orang Yahudi itu pun akhirnya masuk Islam.
»اَلْحَمْدُ للهِ الَّذِيْ أَنْقَذَهُ بِيْ مِنَ الناَّرِ »
Segala pujian milik Allah Yang telah menyelamatkannya melalui (tangan)-ku, dari (siksa) api neraka. (HR al-Bukhari dan Ahmad dari Anas).

Rasulullah saw. juga biasa memberikan sedekah kepada keluarga Yahudi yang tidak mampu memperoleh nafkahnya. Para sahabat Rasulullah saw. juga telah turut mengantarkan jenazah Ummu al-Harits bin Rabi‘ah, seorang wanita Nasrani.
Imam Al-Qurthubi dalam Jami’ul Bayan-nya mengatakan bahwa di dalam ayat di atas terdapat tiga point penting, yaitu:
• Dalam ayat ini Allah memberikan rukhsoh (dispensasi) kepada kaum mu’min untuk melakukan hubungan mu’amalah dengan kaum kufar yang tidak memusuhi dan memerangi mereka.
• (( أَن )) pada ayat tersebut berkedudukan sebagai jer karena badal (pengganti) dari isim mausul (( الَّذِينَ )) sebelumnya, sehingga yang di maksud dengan orang-orang yang tidak memerangi dari ayat di atas adalah kabilah Khuza’ah yang pada saat itu mengadakan perjanjian damai untuk tidak memerangi Rasulullah Shallallahu 'alaihi wasallam dan tidak akan memberi bantuan kepada pihak-pihak tertentu yang hendak memerangi Rasulullah Shallallahu 'alaihi wasallam. Maka dengan munculnya perjanjian damai tersebut Allah Subhanahu wata’ala memerintahkan kepada Rasulullah Shallallahu 'alaihi wasallam untuk berbuat baik kepada mereka dan menepati perjanjian damai tersebut sampai batas akhir berlakunya perjanjian damai tersebut. Kemudian maksud dari potongan ayat (( َتُقْسِطُوا ))adalah berikanlah hak mereka kepada mereka dari hasil mu’amalah dengan kalian. Dan maksud dari potongan ayat tadi bukanlah perintah untuk berbuat adil, karena berbuat adil adalah wajib diberikan kepada semua orang, baik itu yang memerangi ataupun yang tidak memerangi. Hal ini adalah penjelasan dari Ibnul ‘Arabi.
• Kemudian Qodhi Abu Bakar juga mengomentari ayat di atas dalam kitab al-Ahkamnya, “Sebagian orang menjadikan ayat ini sebagai dalil tentang wajibnya seorang anak yang muslim untuk memberi nafkah kepada ayahnya yang non muslim. Tapi ini adalah suatu kesalahan yang besar. Karena izin meninggalkan sesuatu yang telah dilarang itu tidak berarti kita wajib melakukannya, tapi kita hanya memperoleh hukum mubah untuk melakukannya. Dan telah kami ceritakan bahwa suatu ketika Ismail bin Ishaq memuliakan seorang kafir dzimmi yang datang kepadanya, maka orang-orang yang berada di sekelilingnya memperhatikan dengan nada protes. Kemudian Ismail bin Ishaq pun membaca ayat ke delapan dari surat al-Mumtahanah.”
Kemudian Ath Thobari dalam kitab tafsirnya menyatakan bahwa para ahli tafsir telah berbeda pendapat dalam menafsiri ayat ini, dan berikut adalah beberapa pendapat tersebut:
• Kelompok pertama menafsiri bahwa yang di maksud dengan orang-orang yang tidak memerangi dan juga tidak memusuhi adalah orang mu’min Makkah yang belum hijrah, dan Allah Subhanahu wata’ala mengizinkan orang mu’min yang telah hijrah untuk berbuat baik kepada orang mu’min Makkah yang belum hijrah. Ini adalah pendapat Mujahid.
• Kelompok kedua menafsiri bahwa yang di maksud dengan orang-orang yang tidak memerangi dan tidak memusuhi adalah orang non muslim selain orang non muslim Makkah. Yang berpendapat seperti ini adalah Abdulloh bin Mubarok.
• Kelompok ketiga menafsiri bahwa yang di maksud dengan orang-orang yang tidak memerangi dan tidak memusuhi adalah kaum musyrik Makkah yang tidak memerangi kaum muslimin dan tidak mengusir kaum muslimin dari Makkah. Akan tetapi Allah Subhanahu wata’ala telah menaskh atau tidak memberlakukan ayat di atas dan mengganti dengan ayat kelima dari surat At-Taubah yang bunyinya:
فَإِذَا انْسَلَخَ اْلأَشْهُرُ الْحُرُمُ فَاقْتُلُوا الْمُشْرِكِيْنَ حَيْثُ وَجَدْتُمُوْهُم
“Apabila sudah habis bulan-bulan haram, maka bunuhlah orang-orang musyrikin yang kamu jumpai”. Ini adalah pendapat Ibnu Ziyad dan Qotadah.
Dan dari ketiga pendapat di atas Imam ath-Thobary menjama’kannya bahwa yang di maksud dengan ayat di atas adalah kita diperbolehkan berbuat baik dan menjalin hubungan mu’amalah dengan mereka, serta memberikan harta yang menjadi hak mereka. Dan yang di maksud dengan orang-orang yang tidak memerangi dan tidak memusuhi itu bukan hanya kaum kufar yang ada di Makkah, tapi semua kaum kufar yang ada, termasuk orang non muslim yang masih punya hubungan saudara. Tapi hubungan mu’amalah itu bisa menjadi tidak boleh jika kaum non muslim tersebut melakukan kegiatan-kegiatan yang merugikan umat Islam beserta agama Islam.
Kemudian Ibnu Katsir dalam kitab tafsirnya juga menafsiri bahwa Allah Subhanahu wata’ala tidak melarang kaum muslimin berbuat baik terhadap orang-orang yang tidak menampakkan kebencian kepada kalian, tidak ikut andil dalam mengusir kalian, dan orang-orang yang tidak memerangi kalian karena agama kalian seperti wanita dan orang-orang yang lemah dari mereka. (( أَن تَبَرُّوهُمْ)) maksudnya adalah hendaklah kalian berbuat baik kepada mereka, sedang (( وَتُقْسِطُوا إِلَيْهِمْ )) maksudnya adalah hendaklah kalian berbuat adil kepada mereka. , konotasi berlaku adil meliputi kewajiban orang Mukmin untuk memelihara dan menjamin hak, kehormatan, kemuliaan, dan harta serta kebolehan bergaul dengan mereka—meskipun tetap tidak menjadikan mereka sebagai teman setia. Dalam konteks inilah, para fukaha menyatakan kaidah syariat:
لَهُمْ مَا لَنَا مِنَ الإِنْصَافِ وَعَلَيْهِمْ مَا عَلَيْنَا مِنَ الإِنْتِصَافِ
Mereka berhak mendapatkan persis seperti yang kami (kaum Muslim) dapatkan secara adil dan mereka diwajibkan untuk melindungi hak-hak mereka, sebagaimana halnya dengan (sikap pemerintahan) kaum Muslim, dengan adil.

Sebaliknya, berbuat baik dan berlaku adil kepada terhadap kafir ahl al-harb, yaitu orang-orang kafir yang menyerang dan memerangi kaum Muslimin dan agamanya, jelas dilarang. Sebab, sikap dan perlakuan yang harus ditunjukkan oleh orang Mukmin adalah sikap permusuhan dan sikap sombong, bukan ketundukan apalagi kepatuhan. Inilah yang dinyatakan dalam nash di atas.
Dalam konteks inilah, Rasulullah saw. menyatakan:
أَنَا الضَّحُوْكُ القَتَّالُ
Saya adalah seorang penggembira (yang ahli membuat teman-teman dan orang yang setia kepadanya tertawa), dan (sekaligus) ahli perang (yang menakutkan musuh-musuhnya).
Artinya, Rasulullah saw. adalah orang-orang yang bisa bersikap dhahûk (menyenangkan) bagi sesama Muslim, kawan dan orang yang memberikan loyalitasnya kepada Islam, sekaligus bersikap qattâl (ganas, garang, dan agresif) terhadap orang-orang kafir yang menentang ajaran Islam. Hadis ini mempertegas firman Allah Swt. yang menyatakan:

يَاأَيُّهَا الَّذِيْنَ آمَنُوْا قَاتِلُوْا الَّذِيْنَ يَلُوْنَكُمْ مِنَ الْكُفَّارِ وَلْيَجِدُوْا فِيْكُمْ غِلْظَة
Hai orang-orang yang beriman, perangilah orang-orang kafir yang ada di sekitar kalian (Jazirah Arab) itu, dan hendaklah mereka menemui kekerasan dari kalian.(QS at-Taubah [9]: 123).

Merekalah orang-orang yang tidak boleh diperlakukan manis, ramah, serta diangkat menjadi sahabat, apalagi sebagai pelindung keamanan dan keselamatan kaum Muslimin serta negeri-negeri mereka.









C. Q.S AL BAQARAH : 62
•     •                  
“ Sesungguhnya orang-orang yang beriman, orang-orang Yahudi, orang-orang Nasrani dan orang-orang Shabiin , siapa saja diantara mereka yang benar-benar beriman kepada Allah , hari kemudian dan beramal saleh , mereka akan menerima pahala dari Tuhan mereka, tidak ada kekhawatiran kepada mereka, dan tidak (pula) mereka bersedih hati.”

1. Kosa kata
 orang-orang beriman, ini menunjuk kepada ummat Nabi Muhammad SAW, yaitu iman yang dita'rifkan (didefinisikan) menurut Hadits (Shahih Bukhari),
 dibentuk oleh akar kata fi'il madhi [Ha, Alif, Dal] atau mashdar [Ha,Waw, Dal] artinya berpaling menuju kepada kebenaran, menuju kepada Allah, dapat pula berarti kembali perlahan-lahan kepada sesuatu. Kata Ha-du- menunjuk kepada ummat Nabi Musa AS.
• dibentuk oleh akar kata [Nun, Shad, Ra] artinya menolong. Nasha-ra-berarti penolong-penolong agama Allah.

- قَالَ مَنْ أَنْصَارِي إِلَى اللَّهِ قَالَ الْحَوَارِيُّونَ نَحْنُ أَنْصَارُ اللَّهِ
(Q.S. AL Imran, 52),
artinya:
-- berkata (Nabi Isa) Siapakah yang akan menjadi penolong-penolongku untuk (menegakkan agama) Allah?" Para hawariyyin (sahabat-sahabat setia) menjawab: "Kamilah penolong-penolong (agama) Allah (3:52).
Dapat pula kata itu terkait dengan kata Na-sharah (Nazaret), suatu perkampungan tempat 'Isa bnu Maryam menempuh masa kecil beliau. Nasha-ra- menunjuk kepada ummat Nabi 'Isa AS.
 Shabiah (Sabean) berasal dari bahasa Aramik (Al-'Ibriyyah
Al-Jadiydah), shaba'a. Padanan katanya dalam bahasa Arab adalah ta`ammada yang berarti pembabtisan dan penyucian diri dengan air.
Sha-bii-n, dibentuk oleh akar kata [Shad, Ba, Alif], artinya meninggalkan. Sha-bii-n berarti orang-orang yang
meninggalkan agama mereka untuk memeluk agama lain. Sha-bii-n menunjuk kepada sejenis sekte yang bermukim di semenanjung Arabia dan di negeri-negeri yang
berbatasan dengannya.
Maka Sha-bii-n adalah :
(1) kaum monotheist di Mesopotamia dengan menjadikan bintang-bintang sebagai perantara,
(2) sebuah keyakinan yang berupa potongan-potongan dari agama Yahudi, Nashrani dan Zarathustra,
(3) orang-orang yang bermukim dekat Mosul di Iraq yang monotheist, namun tidak mempunyai kitab dan syari'at, mereka berkeyakinan mengikuti agama yang dibawakan
Nabi Nuh AS,
(4) orang-orang yang sekarang bermukin sekitar Iraq Selatan yang beriman kepada semua Nabi-Nabi dan mempunyai cara bersembahyang dan puasa tersendiri,
(5) ada yang berpendapat mereka tergolong dalam Ahli Kitab

2. Asbabun Nujul
ال سلمان الفارسي: سألت النبي صلى الله عليه وسلم عن أهل دِين كنت معهم، فذكرت من صلاتهم وعبادتهم فنزلت: {إِنَّ الَّذِينَ آمَنُوا وَالَّذِينَ هَادُوا} الآية. وأخرج الواحدي عن مجاهد قال: لما قص سلمان على رسول الله صلى الله عليه وسلم قصة أصحابه قال: هم في النار. قال سلمان: فأظلمت عليَّ الأرض، فنزلت {إِنَّ الَّذِينَ آمَنُوا وَالَّذِينَ هَادُوا} إلى قوله: {يَحْزَنُونَ} قال: فكأنما كُشِفَ عني جبل.

Bahwa Salman Al-Farisi berkata:”Saya pernah bertanya kepada Nabi saw, tentang tentang agama yang saya saya anut dengan mereka , maka turunlah ayat {إِنَّ الَّذِينَ آمَنُوا وَالَّذِينَ هَادُوا}, dan saya sebutkan tentang shalat dan ibadah mereka, dan Dikemukakan oleh Al-Wahidi dari mujahid, berkatalah ia “tatkala dikisahkan oleh Salman kepada Rasulullah saw riwayat sahabat-sahabatnya, lalu bersabda beliau :”Mereka dalam neraka”. Salman berkata ”bumi terasa gelap olehku (karena Jawaban itu/pingsan), maka turunlah ayat { إِنَّ الَّذِينَ آمَنُوا وَالَّذِينَ هَادُوا }. Dari Salman Pula{يَحْزَنُونَ } berkata : maka seolah-olah lenyaplah semua beban yang menggunung dariku.
Dikemukakan pula oleh Ibnu Jarir dan ibnu Abu Hatim, dari As-Suddi katanya:” diturunkan ayat ini mengenai sahabat-sahabat Salman Al farisi
Mengenai hal diatas, Ibnu Katsir mengatakan “ini tidak bertentangan dengan riwayat Ali bin Abi Thalib dari Ibnu ‘Abbas mengenai firmanNya :
• }     •      {.... 

3. Rincian Penafsiran
 Melalui ayat ini Allah memberi jalan keluar sekaligus ketenangan kepada mereka yang bermaksud memperbaiki diri. Ini sejalan dengan kemurahan Allah yang selalu membuka pintu bagi hamba-hamba-Nya yang insaf. Kepada mereka disampaikan bahwa jalan guna meraih ridha Allah bagi mereka dan juga bagi umat-umat yang lain tidak lain kecuali iman kepada Allah dan hari kemudian serta beramal saleh. Karena itu ditegaskan bahwa : sesungguhnya orang-orang yang beriman, yakni yang mengaku beriman kepada Nabi Muhammad saw., orang-orang Yahudi, yang mengaku beriman kepada Nabi Musa as., orang-orang Nasrani, yang mengaku beriman kepada Nabi Isa as., dan orang-orang Shabi`in, kaum musyrik atau penganut agama dan kepercayaan lain, siapa saja diantara mereka yang beriman kepada Allah dan hari Kemudian sebagaimana dan sesuai dengan segala unsur keimanan yang diajarkan Allah melalui nabi-nabi dan beramal saleh, yakni yang bermanfaat dan sesuai dengan nilai-nilai yang ditetapkan Allah maka untuk mereka pahala amal-amal saleh mereka yang tercurah di dunia ini tersimpan hingga di akhirat nanti di sisi Tuhan Pemelihara dan Pembimbing mereka, serta atas kemurahan-Nya; tidak ada kekhawatiran terhadap mereka menyangkut sesuatu apapun yang akan datang, dan tidak pula mereka bersedih hati menyangkut sesuatu yang telah terjadi.
 Yang dimaksud dengan kata (هادوا ) adalah orang-orang Yahudi atau beragama Yahudi. Mereka dalam bahasa Arab disebut (يهود ). Yang berarti “kembali” yakni bertaubat. Mereka dinamai demikian, karena mereka bertaubat dari penyembahan anak sapi.
 Sedangkan kata (النصاري) an-nashara terambil dari kata nashirat yaitu satu wilayah di Palestina, dimana Maryam, ibu Nabi Isa as. dibesarkan dan dari sana dalam keadaaan mengandung Isa as. di Beit Lahem. Dari sini Isa as. digelar oleh Bani Israil dengan Yasu’, dan dari sini pula pengikut-pengikut beliau dinamai nashara yang merupakan bentuk jamak dari kata nashri atau nashiri.
 Kata (الصابئين) as-shabi`in ada yang berpendapat terambil dari kata (صبا ) shaba’ yang berarti muncul dan nampak. Misalnya ketika melukiskan bintang yang muncul. Dari sini ada yang memahami istilah Al-Qur`an ini dalam arti penyembah binatang. Ada juga yang memahaminya terambil dari kata (سباء) Saba’ satu daerah di Yaman di mana ratu Balqis pernah berkuasa dan penduduknya menyembah matahari dan bintang. Ada lagi yang berpendapat bahwa kata ini adalah kata lama dari Bahasa Arab yang digunakan oleh penduduk Mesopotamia di Irak.
 Kemudian tentang orang-orang yang beriman dan beramal shaleh, ada sementara orang yang perhatiannya tertuju kepada penciptaan toleransi antar ummat beragama yang berpendapat bahwa ayat ini dapat menjadi pijakan untuk menyatakan bahwa penganut agama-agama yang disebut oleh ayat ini, selama beriman kepada Tuhan dan hari kemudian, maka mereka semua akan memperoleh keselamatan…tidak akan diliputi oleh rasa takut diakhirat kelak, dan tidak pula akan bersedih.
 Pendapat semacam ini nyaris mempersamakan semua agama, padahal agama-agama itu pada hakikatnya berbeda-beda dalam aqidah serta ibadah yang diajarkannya. Bagaimana mungkin Yahudi dan Nashrani dipersamakan, padahal keduanya saling mempersalahkan.
 Bahwa surga dan neraka adalah hak prerogratif Allah memang harus diakui. Tetapi hak tersebut tidak menjadikan semua penganut agama sama di hadapan-Nya. Bahwa hidup rukun dan damai antar pemeluk agama adalah sesuatu yang mutlak dan merupakan tuntunan agama, tetapi cara untuk mencapai hal itu bukan dengan mengorbankan ajaran agama, tetapi cara untuk mencapai hal itu bukan dengan mengorbankan ajaran agama. Caranya adalah hidup damai dan menyerahkan kepada-Nya semata untuk memutuskan di hari kemudian kelak, agama siapa yang direstui-Nya dan agama siapa pula yang keliru, kemudian menyerahkan pula kepadanya penentuan akhir, siapa yang dianugrahi kedamaian dan surga dan siapa pula yang akan takut dan bersedih.
 Firman-Nya (فَلَهُمْ أَجْرُهُمْ عِندَ رَبِّهِمْ) untuk mereka pahala disisi Tuhan mereka diperhadapkan dengan firman-Nya tentang orang yang durhaka (وباءوا بغضب من الله) mereka mendapat kemurkaan dari Allah. Ini mendapat murka dan itu mendapat ridha yang tercermin antara lain dalam ganjaran; karena itu, janji itu disertai dengan kata di sisi Allah; sedang firman-Nya : (وَلاَ خَوْفٌ عَلَيْهِمْ) tidak ada kekhawatiran kepada mereka diperhadapkan dengan firman-Nya : (وضربت عليهم الدلة) dan ditimpakanlah atas mereka nista, nista karena ia menjadikan seseorang takut dan khawatir. Dalam ini takut dan yang itu tidak disentuh rasa takut. Sedang firman-Nya : (وَلاَ هُمْ يَحْزَنُون) tidak (pula) mereka bersedih hati, diperhadapkan dengan firman-Nya (المسكنة) kehinaan, karena kehinaan hidup menjadikan seseorang mengharapkan sesuatu yang tidak dapat dicapai sehingga meyedihkan hati. Dengan demikian, yang ini sedih dan itu gembira. Demikianlah terlihat hubungan ayat ini dengan ayat yang lalu, dari sisi uraiannya yang bertolak belakang. (M. Quraish Shihab, 2000: 209).

4. Pandangan Ulama dan Isi Kandungan
Allamah Sayid Muhammad Husein al-Hasani at-Thaba’thab’i at-Tabrizi (Penyusun Kitab al-Mizan fii Tafsir al-Qur’an) menjelaskan tentang pengulangan kata “beriman” dalam ayat tersebut. Pengulangan ini membuktikan bahwa; kata iman pada kata kedua yaitu “man aamana” (barangsiapa yang beriman) menunjukkan pensifatan iman dengan arti yang sebenar-benarnya, “iman sejati”. Berbeda dengan kata iman pertama pada kata “innalladzina aamanuu” (sesungguhnya orang-orang yang beriman) yang menunjukkan arti iman secara zahir saja, iman yang belum teruji . Dalam banyak ayat al-Quran, kata iman sering disandingkan dengan dengan kata amal saleh . Seakan-akan al-Quran ingin menjelaskan bahwa iman yang merupakan pekerjaan hati tidak akan bisa dipisahkan dengan ketaatan yang terjelma dalam amal saleh sebagai perwujudan zahir keimanan. Iman tanpa pengamalan zahir (baca: ketakwaan) tiada akan memberi kesan apapun, juga sebaliknya, amal tanpa iman tidak akan memberi kesan apapun dalam keselamatan abadi. Atas dasar inilah, maka dalam surat al-Baqarah ayat 62 tersebut dinyatakan bahwa syarat keselamatan adalah iman dan amal saleh. Apakah yang menjadi hakikat dan obyek iman dan amal saleh tersebut akan sedikit kita singgung dalam tulisan singkat ini.
Iman yang belum teruji tadi (iman zahir) mirip dengan yang disinyalir dalam sebuah ayat dari surat al-Hujurat. Allah berfirman: “Orang-orang Arab badui itu berkata; “Kami telah beriman”, Katakanlah (kepada mereka): “Kamu belum beriman, tetapi katakanlah “Kami telah tunduk” karena iman itu belum masuk ke dalam hatimu, dan jika kamu taat kepada Allah dan Rasul-Nya, Dia tiada akan mengurangi sedikitpun (pahala) amalmu…Sesungguhnya orang-orang yang beriman hanyalah orang-orang yang beriman kepada Allah dan Rasul-Nya kemudian mereka tidak ragu-ragu dan mereka berjihad dengan harta dan jiwa mereka pada jalan Allah, mereka itulah orang-orang yang benar” .
Rasul yang dimaksud disini adalah rasul utusan Allah yang terakhir karena pasca pengutusan Muhammad saww tidak ada lagi rasul yang diutus. Agama Muhammad adalah agama terakhir, syariatnya adalah syariat terakhir dan kitabnya adalah kitab terakhir. Semua itu bersifat mendunia , karena itu ajarannya berlaku hingga hari akhir zaman kelak. Umat Muhammad mencakup semua manusia pasca pengutusan beliau. Jadi, ketika Muhammad berdakwah kepada umat agama lain maka tidak ada alasan umat tersebut menyatakan bahwa “Aku bukan umat-mu, wahai Muhammad” atau “Engkau telah merebut umat nabi lain, wahai Muhammad”. Maka orang yang beriman dan beramal saleh harus mengikuti segala perintah Allah swt dan selanjutnya mengikuti Muhammad saww dengan semua ajarannya sebagai wujud zahir dari keimanan kepada Allah dan Rasul yang hubungan keduanya bersifat vertikal. Dalam al-Quran terdapat beberapa ayat yang menyejajarkan secara vertikal ketakwaan kepada Allah dan ketaatan kepada Rasul. Allah swt berfirman agar Rasul menyatakan: “Bertakwalah kepada Allah dan taatilah aku” . Atau dalam ayat lain Allah berfirman: “Katakanlah: “Jika kalian (benar-benar) mencintai Allah, ikutilah aku, niscaya Allah mengasihi dan mengampuni dosa-dosa kalian”. Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang” .
Allamah menambahkan terdapat banyak ayat dalam al-Qur’an yang semuanya membuktikan bahwa tolok ukur sejati bagi kemuliaan dan keselamatan sejati adalah penghambaan murni (al-ubudiyah). Penamaan zahir dari kelompok manusia tidak akan bermanfaat sama sekali di mata Allah. Dan tidak ada gelar kesempurnaan apapun bagi suatu obyek yang dapat memberikan kesempurnaan dan keselamatan sejati melainkan penghambaan murni tadi . Dalam tolok ukur penghambaan murni ini, bukan hanya tidak ada beda antara nama dan gelar zahir seperti Islam, Yahudi, Nasrani, Shabiin, Zoroaster, Konfusius dsb, bahkan antara pribadi yang bergelar nabi dan manusia biasa seperti kita pun tidak ada bedanya. Sebagai bukti dari pernyataan ini, silahkan lihat ayat lain dari surat al-‘An’am. Alah swt berfirman: “Itulah petunjuk Allah, yang dengannya Dia memberi petunjuk kepada siapa yang dikehendaki-Nya diantara hamba-hamba-Nya. Seandainya mereka mempersekutukan Allah, niscaya lenyaplah dari mereka amalan yang telah mereka kerjakan” . Juga salah satu ayat dari surat al-Fath, di situ Allah swt berfirman tentang para sahabat Nabi dan orang-orang yang beriman bersamanya dengan ungkapan: “Muhammad itu adalah utusan Allah dan orang-orang yang bersama dengan dia adalah keras terhadap orang-orang kafir tetapi berkasih sayang sesama mereka; kamu lihat mereka rukuk dan sujud mencari karunia Allah dan keridhoan-Nya. Tanda-tanda mereka tampak pada muka mereka dari bekas sujud. Demikianlah sifat-sifat mereka dalam Injil, yaitu seperti tanaman yang mengeluarkan tunasnya, maka tunas itu menjadikan tanaman itu kuat lalu menjadi besarlah dia dan tegak lurus di atas pokoknya. Tanaman itu menyenangkan hati penanam-penanamnya karena Allah hendak menjengkelkan orang-orang kafir (dengan kekuatan orang-orang mukmin). Allah menjanjikan kepada orang-orang yang beriman dan mengerjakan amal yang saleh di antara mereka ampunan dan pahala yang besar” , padahal betapa besar kedudukan dan kemuliaan mereka (para sahabat Nabi), tetapi tetap saja mereka memerlukan ampunan dari apa yang telah mereka perbuat. Ampunan dan pahala besar itu hanya didapat dengan mengimani dan mengamalkan ajaran yang dibawa Muhammad saww. sedang dalam surat al-A’raf, Allah menjelaskan kepada pribadi-pribadi yang diberikan ayat-ayat Allah dengan ungkapan: “Dan kalau Kami menghendaki, sesungguhnya Kami tinggikan (derajat)-nya dengan ayat-ayat itu, tetapi dia cenderung kepada dunia dan menurutkan hawa nafsunya yang rendah, maka perumpamaannya seperti anjing yang jika…” . Semua ayat-ayat tadi sebagai contoh bahwa tolok ukur sejati kesempurnaan, kemuliaan dan keselamatan abadi adalah sesuatu yang bersifat hakiki, bukan kesan zahir saja.


BAB III
KESIMPULAN


Dari berbagai pemaparan diatas, maka dapat disimpulkan sebagai berikut :
1. Hubungan antar agama membutuhkan sikap toleransi, namun bukan berarti kita hari ini boleh bebas menganut agama tertentu dan esok hari kita menganut agama yang lain atau dengan bebasnya mengikuti ibadah dan ritualitas semua agama tanpa adanya peraturan yang mengikat. Akan tetapi, toleransi beragama harus dipahami sebagai bentuk pengakuan kita akan adanya agama-agama lain selain agama kita dengan segala bentuk system, dan tata cara peribadatannya dan memberikan kebebasan untuk menjalankan keyakinan agama masing-masing.
2. Konsep toleransi yang ditawarkan Islam sangatlah rasional dan praktis serta tidak berbelit-belit. Namun, dalam hubungannya dengan keyakinan (akidah) dan ibadah, umat Islam tidak mengenal kata kompromi. Ini berarti keyakinan umat Islam kepada Allah tidak sama dengan keyakinan para penganut agama lain terhadap tuhan-tuhan mereka. Demikian juga dengan tata cara ibadahnya.
3. Jalinan persaudaraan dan toleransi antara umat beragama sama sekali tidak dilarang oleh Islam, selama masih dalam tataran kemanusiaan dan kedua belah pihak saling menghormati hak-haknya masing-masing.
4. Tentang orang-orang yang beriman dan beramal shaleh, ada sementara orang yang perhatiannya tertuju kepada penciptaan toleransi antar ummat beragama yang berpendapat bahwa semua agama sama dan mereka semua akan memperoleh keselamatan, hal ini tidaklah dapat dibenarkan karena tidak ada persamaan dalam hal akidah.

DAFTAR PUSTAKA


Katsir, Ibnu (1987) Tafsir al-Qur`an al-`Adhim, Juz IV Beirut : Dar al-Kutub al-Ilmiyyah.
Katsir, Ibnu (1987) Tafsir al-Qur`an al-`Adhim, Juz I Beirut : Dar al-Kutub al-Ilmiyyah
Jalaluddin al-Mahalli, Jalaluddin As-Suyuthi (2002) Tafsir Jalalain: Bandung: Sinar Baru Algesindo
Madjid, Nurcholish (1993) “Beberapa Renungan tentang Kehidupan Keagamaan untuk Generasi Mendatang”, dalam Jurnal Ulumul Qur’an, No.1 Vol.IV.
Shihab, Alwi (1999) Islam Inklusif; Menuju Sikap Terbuka dalam Beragama Bandung : Mizan.
Shihab, Quraish (2000) Tafsir Al-Misbah; Pesan, Kesan dan Keserasian Al-Qur`an, Jakarta : Lentera Hati.
http://www.alquran-Indonesia.com/index.php?option=com_content&view= article&id = 78&Itemid=76
http://konsultasisyariah.net/content/view/101/
http://www.insistnet.com/index.php?option=com_content&view=article&id=23:al-kafirun&catid=4:henri-shalahuddin

makalah fikih jinayah

hapusnya hukuman
BAB I
PENDAHULUAN



A. Latar Belakang
Kejahatan ada di dunia ini bersama-sama dengan adanya manusia. Kehendak untuk berbuat jahat inheren dalam kehidupan manusia. Disisi lain manusia ingin tentram, tertib, damai, dan berkeadilan. Artinya, tidak diganggu oleh perbuatan jahat. Untuk itu, semua muslim wajib mempertimbangkan dengan akal sehat setiap langkah dan perilakunya, sehingga mampu memisahkan antara perilaku yang dibenarkan,( halal ) dengan perbuatan yang disalahkan ( haram ). Di dalam ajaran islam bahasan-bahasan tentang kejahatan manusia berikut upaya preventif dan represif dijelaskan di dalam fiqih Jinayah.
Dalam makalah ini diajukan beberapa hal yang menyangkut pelanggaran dan sangsi sesuai dengan perbuatannya itu. Maka dari itu didalam makalah ini akan dibahas mengenai Qishash, Hudud, Ta’zir “Hukuman-hukuman”. Setelah mengetahu berbagi macam hukuman yang diakibatkan atas pelanggaran seseorang maka diharapkan akan muncul suatu hikmah dan tujuan kenapa hukuman itu ada dan dilaksanakan.

B. Batasan Masalah
. Dalam upaya menspesifikan masalah dalam makalah ini perlu adanya batasan masalah yang akan diuraikan. Masalah yang akan dibahas adalah Hapusnya hukuman, hukuman apa saja yang di hapuskan dan sebab-sebab hapusnya hukuman .

C. Tujuan Penulisan
Adapun tujuan penulisan makalah ini antara lain :
Mengetahui jenis hukuman, alasan penghapusan hukuman beserta macam dan hikmahnya.

BAB II
HAPUSNYA HUKUMAN


1. Pengertian Hukuman
Hukuman dalam Bahasa Arab disebut ‘Uqubah. Lafaz ini menurut bahasa berasal dari ‘Aqabah yang sinonimnya: Khalafahu wajaa’a Biaqabihi artinya mengiringya dan datang dari belakangnya. dalam pengertian yang agak mirip dan mendekati istilah barangkali lafaz tersebut bisa di ambil dari lafaz Aqabah yang sinonimnya Jazaahu Sawaan bimaa Fa’ala artinya membalasnya sesuai dengan apa yang dilakukannya.
Dari pengertian yang pertama dapat dipahami bahwa sesuatu disebut hukuman karena mengiringi perbuatan dan dilaksanakan sesudah perbuatan itu dilakukan. Sedangkan dari pengertian yang kedua dapat dipahami bahwa sesuatu disebut hukuman karena ia merupakan balasan terhadap perbuatan yang meyimpang yang telah dilakukan.
Dalam bahasa Indonesia hukuman diartikan sebagai “Siksa atau Keputusan yang dijatuhkan Hakim”. Dalam hukum positif di Indonesia istilah hukuman hampir sama dengan pidana walaupun sebenarnya seperti apa yang dikatakan oleh Wirjono Projodikoro kata hukuman sebagai istilah tidak dapat menggantikan kata pidana, oleh karena ada istilah hukuman pidana dan hukuman perdata seperti misalnya ganti rugi.
Menurut Hukum Pidana Islam hukuman adalah seperti yang dikemukakan oleh Abdul Qadir Audah sebagai berikut: Hukuman adalah pembalasan yang ditetapkan untuk memelihara kepentinan masyarakat karena adanya pelanggaran atas ketentuan-ketentuan syara.

2. Macam-Macam Hukuman
Hukuman dibagi menjadi beberapa macam sesuai dengan tindak pidana.
a. Hukuman ditinjau dari segi terdapat atau tidak terdapat nashnya dalam al- Qur’an dan al-Hadist. Maka hukuman dapat dibagi menjadi dua bagian:
 Hukuman yang ada nashnya, yaitu hudud, qishash, diyat, dan kafarah. Misalnya, hukuman bagi pezina, pencuri, perampok, pemberontak, pembunuh, dan orang yang mendzihar istrinya.
o Hukman yang tidak ada nashnya, hukuman ini disebut dengan hukuman ta’zir, seperti percobaan melakukan tindak pidana, tidak melaksanakan amanah, bersaksi palsu.

b. Ditinjau dari segi hubungan antara suatu hukuman dengan hukuman yang lain, hukuman dapat dibagi menjadi empat yaitu:
• Hukuman pokok (al-uqubat al-ashliyah), yaitu hukuman yang sal bagi suatu kejahatan , seperti hukuman mati bagi pembunuh dan hukuman jilid seratus kali bagi pezina ghayr muhshan.
• Hukuman pengganti (al-uqubat al- badaliyah), yaitu hukuman yang menempati empat pokok apabila hukuman pokok itu tidak dapat dilaksanakan karena suatu alasan hukum diyat bagi pembunuh yang sudah di maafkan qishasnya oleh keluarga korban atau hukuman ta’zir apabila karena suatu hal hukuman had tidak dapat dilaksnakan.
• Hukuman tambahan (Al-‘Uqubah Al-Thaba’iyah), yaitu: hukuman yang dijatuhkan pada pelaku atas dasar mengikuti hukuman pokok, seperti terhalangnya seorang pembunuh untuk mendapat waris dari harta terbunuh.
• Hukuman pelengkap (Al-‘Uqubat Al-Takmiliyat), yaitu hukuman yang dijatuhkan sebagai pelengkap terhadap hukuman yang telah dijatuhkan.

Jinayah atau jarimah dibagi menjadi beberapa macam berdasarkan aspek berat dan ringannya hukuman serta ditegaskan atau tidaknya oleh al-Quran dan hadist. Atas dasar ini mereka membaginya menjadi tiga macam, yaitu :
a. Jarimah Hudud,
b. Jarimah Qishash
c. Jarimah Ta’zir


3. Hapusnya Hukuman
Pada dasarnya yang dimaksud dengan hapusnya hukuman di sini adalah tidak dapat dilaksanakannya hukuman-hukuman yang telah ditetapkan atau diputuskan hakim, berhubung tempat badan atau bagiannya untuk melaksanakan hukuman yang sudah tidak ada lagi atau waktu untuk melaksanakannya telah lewat.
Adapun sebab-sebab hapusnya hukuman ialah:
a. Meninggalnya Pelaku
b. Hilangnya Anggota badan yang akan di Qishas
c. Tobatnya pelaku
d. Perdamaian
e. Pengampunan

4. Macam Hukuman Yang tidak Bisa Dihapuskan Dan Yang Bisa Dihapuskan.
4.1. Hukuman Yang Tidak Bisa Dihapuskan
- Jarimah Hudud.
Yaitu perbuatan melanggar hukum yang jenis dan ancaman hukumannya ditentukan oleh nas yaitu hukuman had (hak Allah). Hukuman had yang dimaksud tidak mempunyai batas terendah dan tertinggi serta tidak bisa dihapuskan oleh perorangan (si korban atau walinya) atau masyarakat yang mewakili (ulil amri). Para ulama’ sepakat bahwa yang menjadi kategori dalam jarimah hudud ada tujuh, yaitu zina, menuduh zina (qodzf), mencuri (sirq), perampok dan penyamun (hirobah), minum-mnuman keras (surbah), dan murtad (riddah).
Diantara hukuman-Nya yang telah ditetapkan tidak boleh berubah-ubah lagi ialah:
o Hukuman pancung kepada orang yang tidak sembahyang tiga waktu berturut-turut tanpa uzur syar’i sesudah dinasihatkan.
o Hukum qisas yaitu membunuh dibalas bunuh, luka dibalas luka.
o Hukuman sebat kepada orang yang membuat fitnah.
o Hukuman rotan 100 kali pada penzina yang belum kahwin, dirajam sampai mati pada penzina yg sudah kawin.
o Hukuman rotan 80 kali kepad orang yang menuduh orang berzina tanpa bukti yang cukup.
o Rotan 80 kali untuk peminum arak

4.2. Hukuman yang bisa dihapuskan
a. Jarimah Qishosh Diyat.
Yaitu perbuatan yang diancam dengan hukuman qishosh dan diyat. Baik qishosh maupun diyat merupakan hukuman yang telah ditentukan batasannya, tidak ada batas terendah dan tertinggi tetapi menjadi hak perorangan (si korban dan walinya), ini berbeda dengan hukuman had yang menjadi hak Allah semata. Penerapan hukuman qishosh diyat ada beberapa kemungkinan, seperti hukuman qishosh bisa berubah menjadi hukuman diyat, hukuman diyat apabila dimaafkan akan menjadi hapus. Yang termasuk dalam kategori jarimah qishosh diyat antara lain:
- pembunuhan sengaja
- pembunuhan semi sengaja
- pembunuhan keliru
- penganiayaan sengaja
- penganiayaan
Diantara jarimah-jarimah qishosh diyat yang paling berat adalah hukuman bagi pelaku tindak pidana pembunuhan sengaja, karena hukuman baginya adalah dibunuh. Pada dasarnya seseorang haram menghilangkan orang lain tanpa alasan syar’i bahkan Allah mengatakan tidak ada dosa yang lebih besar lagi setelah kekafiran selain pembunuhan terhadap orang mukmin. “Dan barang siapa membunuh orang mukmin dengan sengaja, maka balasannya adalah jahannam, ia kekal di dalamnya dana Allah murka kepadanya, mengutuknya serta menyediakan azab yang besar baginya.” (an nisa’: 93). Rosulullah SAW juga bersabda, ” Sesuatu yang pertama diadili di antara manusia di hari kiamat adalah masalah darah”. (Muttafaqun ‘alaih).
Dalam Islam pemberlakuan hukuman mati terhadap pelaku pembunuhan sengaja tidak bersifat mutlak, karena jika dimaafkan oleh keluarga korban dia hanya diberi hukuman untuk membayar diyat yaitu denda senilai 100 onta (Abdl Basyir, 2003: 61). Di dalam Hukum Pidana Islam, diyat merupakan hukuman pengganti (uqubah badaliah) dari hukuman mati yang merupakan hukuman asli (uqubah ashliyah) dengan syarat adanya pemberian maaf dari keluarganya.
b. Jarimah Ta’zir.
Jenis sanksinya secara penuh ada pada wewenang penguasa demi terealiasinya kemaslahatan umat. Dalam hal ini unsur akhlak menjadi pertimbangan paling utama. Misalnya pelanggaran terhadap lingkungan hidup, lalu lintas, dan pelanggaran-pelanggaran lalu lintas lainnya. Dalam penetapan jarimah ta’zir prinsip utama yang mejadi acuan penguasa adalah menjaga kepentingan umum dan melindungi setiap anggota masyarakat dari kemadhorotan (bahaya). Disamping itu, penegakan jarimah ta’zir harus sesuai dengan prinsip syar’i (nas).
Abd Qodir Awdah membagi jarimah ta’zir menjadi tiga, yaitu:
i. Jarimah hudud dan qishash diyat yang mengandung unsur shubhat atau tidak memenuhi syarat, baik itu shubhat fi al fi’li, fi al fa’il, maupun fi al mahal, namun hal itu sudah dianggap sebagai perbuatan maksiyat, seperti pencurian harta syirkah, pembunuhan ayah terhadap anaknya, dan pencurian yang bukan harta benda.
ii. Jarimah ta’zir yang jenis jarimahnya ditentukan oleh nas, tetapi sanksinya oleh syari’ah diserahkan kepada penguasa, seperti sumpah palsu, saksi palsu, mengurangi timbangan, menipu, mengingkari janji, menghianati amanah, dan menghina agama.
iii. Jarimah ta’zir dimana jenis jarimah dan sanksinya secara penuh menjadi wewenang penguasa demi terealisasinya kemaslahatan umat. Dalam hal ini unsur akhlak menjadi pertimbangan yang paling utama. Misalnya pelanggaran terhadap peraturan lingkungan hidup, lalu lintas, dan pelanggaran terhadap pemerintah lainnya.

Dilihat dari haknya hukuman ta’zir sepenuhnya berada ditangan hakim, sebab hakimlah yang memegang tampuk pemerintahan kaum muslimin. Dalam kitab subulu salam ditemukan bahwa orang yang berhak melakukan hukman ta’zir adalah pengausa atau imam namun diperkenankan pula untuk:
1) Ayah; seorang ayah boleh menjatuhkan hukuman ta’zir kepada anaknya yang masih kecil dengan tujuan edukatif. Apabila sudah baligh maka ayah tidak berhak untuk memberi hukuman kepada anaknya meskipun anaknya idiot.
2) Majikan; seorang majikan boleh menta’zir hambanya baik yang berkaitan dengan hak dirinya maupun hak Allah.
3) Suami; seorang suami diperbolehkan melakukan ta’zir kepada istrinya. Apbila istrinya melakukan nusyuz.

Hukuman hukuman ta’zir banyak jumlahnya, yang dimulai dari hukuman paling ringan sampai hukuman yang yang terberat. Hakim diberi wewenang untuk memilih diantara hukuman hukuman tersebut, yaitu hukuman yang sesuai dengan keadaan jarimah serta diri pembuatnya. Hukuman hukuman ta’zir antara lain:

1. Hukuman Mati
Pada dasarnya menurut syari’ah Islam, hukuman ta’zir adalah untuk memberikan pengajaran (ta’dib) dan tidak sampai membinasakan. Oleh karena itu, dalam hukum ta’zir tidak boleh ada pemotongan anggota badan atau penghilangan nyawa. Akan tetapi beberapa foqoha’ memberikan pengecualian dari aturan umum tersebut, yaitu kebolehan dijatuhkan hukuman mati jika kepentingan umum menghendaki demikian, atau kalau pemberantasan tidak bisa terlaksana kecuali dengan jalan membunuhnya, seperti mata mata, pembuat fitnah, residivis yang membahayakan. namun menurut sebagian fuqoha yang lain, di dalam jarimah ta’zir tidak ada hukuman mati.

2. Hukuman Jilid
Dikalangan fuqoha terjadi perbedaan tentang batas tertinggi hukuman jilid dalam ta’zir. Menurut pendapat yang terkenal di kalangan ulama’ Maliki, batas tertinggi diserahkan kepada penguasa karena hukuman ta’zir didasarkan atas kemaslahatan masyarakat dan atas dasar berat ringannya jarimah. Imam Abu Hanifah dan Muhammad berpendapat bahwa batas tertinggi hukuman jilid dalam ta’zir adalah 39 kali, dan menurut Abu Yusuf adalah 75 kali.

3. Hukuman-Kawalan (Penjara Kurungan)
Ada dua macam hukuman kawalan dalam hukum Islam. Pembagian ini didasarkan pada lama waktu hukuman. Pertama, Hukuman kawalan terbatas. Batas terendah dai hukuman ini adalah satu hari, sedang batas tertinggi, ulama’ berbeda pendapat. Ulama’ Syafi’iyyah menetapkan batas tertingginya satu tahun, karena mereka mempersamakannya dengan pengasingan dalam jarimah zina. Sementara ulama’ ulama’ lain menyerahkan semuanya pada penguasa berdasarkan maslahat.
Kedua, Hukuman kawalan tidak terbatas. Sudah disepakati bahwa hukuman kawalan ini tidak ditentukan masanya terlebih dahulu, melainkan berlangsung terus sampai terhukum mati atau taubat dan baik pribadinya. Orang yang dikenakan hukuman ini adalah penjahat yang berbahaya atau orang yang berulang ulang melakukan jarimah jarimah yang berbahaya.
Hukuman kawalan tidak terbatas. Sudah disepakati bahwa hukuman kawalan ini tidak ditentukan masanya terlebih dahulu, melainkan berlangsung terus sampai terhukum mati atau taubat dan baik pribadinya. Orang yang dikenakan hukuman ini adalah penjahat yang berbahaya atau orang yang berulang ulang melakukan jarimah jarimah yang berbahaya.

4. Hukuman Salib
Hukuman salib sudah dibicarakan dalam jarimah gangguan keamanan (hirobah), dan untuk jarimah ini hukuman tersebut meruapakan hukuman had. Akan tetapi untuk jarimah ta’zir hukuman salib tidak dibarengi atau didahului dengan oleh hukuman mati, melainkan si terhukum si terhukum disalib hidup hidup dan tidak dilarang makan minum, tidak dilarang mengerjakan wudhu, tetapi dalam menjalankan sholat cukup dengan isyarat. Dalam penyaliban ini, menurut fuqoha’ tidak lebih dari tiga hari.
5. Hukuman Ancaman (Tahdid), Teguran (Tanbih) dan Peringatan
Ancaman juga merupakan salah satu hukuman ta’zir, dengan syarat akan membawa hasil dan bukan hanya ancaman kosong. Misalnya dengan ancama akan dijilid, dipenjarakan atau dihukum dengan hukuman yang lain jika pelaku mengulangi tindakannya lagi.
Sementara hukuman teguran pernah dilakukan oleh Rosulullah terhadap sahabat Abu Dzar yang memaki maki orang lain dengan menghinakan ibunya. Maka Rosulullah saw berkata, “Wahai Abu Dzar, Engkau menghina dia dengan menjelek jelekkan ibunya. Engkau adalah orang yang masih dihinggapi sifat sifat masa jahiliyah.”
Hukuman peringatan juga diterapkan dalam syari’at Islam dengan jalan memberi nasehat, kalau hukuman ini cukup membawa hasil. Hukuman ini dicantumkan dalam al Qur’an sebagaimana hukuman terhadap istri yang berbuat dikhawatirkan berbuat nusyuz.

6. Hukuman Pengucilan (al Hajru)
Hukuman pengucilan merupakan salah satu jenis hukuman ta’zir yang disyari’atkan oleh Islam. Dalam sejarah, Rosulullah pernah melakukan hukuman pengucilan terhadap tiga orang yang tidak ikut serta dalam perang Tabuk, yaitu Ka’ab bin Malik, Miroroh bin Rubai’ah, dan Hilal bin Umaiyah. Mereka dikucilkan selama lima puluh hari tanpa diajak bicara, sehingga turunlah firman Allah:
“Dan terhadap tiga orang yang tinggal, sehingga apabila bumi terasa sempit oleh mereka meskipun dengan luasnya, dan sesak pula diri mereka, serta mereka mengira tidak ada tempat berlindung dari Tuhan kecuali padaNya, kemudian Tuhan menerima taubat mereka agar mereka bertaubat.”

7. Hukuman Denda (tahdid)
Hukuman Denda ditetapkan juga oleh syari’at Islam sebagai hukuman. Antara lain mengenai pencurian buah yang masih tergantung dipohonnya, hukumannya didenda dengan lipat dua kali harga buah tersebut, disamping hukuman lain yang sesuai dengan perbuatannya tersebut. Sabda Rosulullah saw, “Dan barang siapa yang membawa sesuatu keluar, maka atasnya denda sebanyak dua kalinya besrta hukuman.” Hukuman yang sama juga dikenakan terhadap orang yang menyembunyikan barang hilang.

c. Sebab-sebab Hapusnya Hukuman
Pada dasarnya sebab-sebab hapusnya hukuman bertalian dengan keadaan diri pembuat, sedang sebab kebolehan sesuatu yang bertalian dengan keadaan perbuatan itu sendiri. Adapun sebab-sebab hapusnya hukuman ialah sebagai berikut:
1. Paksaan
Beberapa pengertian yang telah diberikan oleh para fugaha tentang paksaan.Pertama paksaan ialah suatu perbuatan yang diperbuat oleh seseorang karena orang lain dan oleh karena itu hilang kerelaannya atau tidak sempurna lagi pilihannya. Kedua paksaan ialah suatu perbuatan yang ke luar dari orang yang memaksa dan menimbulkan pada diri orang yang dipaksa suatu keadaan yang mendorong dirinya untuk melakukannya perbuatan yang diperintahkan. Ketiga paksaan merupakan ancaman atas seorang dengan sesuatu yang tidak disenangi untuk mengerjakaannya. Ke empat paksaan ialah apa yang diperintahkan seorang pada orang lain yaitu membahayakan dan menyakitinya.
2. Mabuk
Syari’at Islam melarang minuman Khamar baik sampai mengakibatkan mabuk atau tidak. Minum khamar termasuk jarimah hudud dan dihukum dengan delapan puluh jilid sebagai hukuman pokok.
Mengenai pertanggung jawab pidana bagi orang yang mabuk maka menurut pendapat yang kuat dari empat kalangan mazhab fiqhi ialah bahwa dia tidak dijatuhi hukuman atas jarimah-jarimah yang diperbuatnya, jika ia dipaksa atau secara terpaksa atau dengan kehendak sendiri tapi tidak mengetahui bahwa apa yang diminumnya itu bisa mengakibatkan mabuk.
3. Gila
Seseorang dipandang sebagai orang Mukallaf oleh Syari’at Islam artinya dibebani pertanggungjawaban pidana apabila ia adalah orang yang mempunyai kekuatan berpikir dan kekuatan memilih (idrak dan ikhtiar). Apabila salah satu dari kedua perkara itu tidak ada maka hapus pula pertanggung jawab tersebut. Oleh karena itu Orang Gila tidak dikenakan hukum Jarimah karena ia tidak mempunyai kekuatan berpikir dan kekuatan meilih dalam bahasa Arab disebut juga Junun atau Gila.

4. Di Bawah Umur
Konsep yang dikemukakan oleh Syari’at Islam tentang pertanggung jawab anak belum dewasa merupakan Konsep yang baik sekali dan meskipun telah lama usianya, namun menyamai teori terbaru di kalangan hukum positif.
Menurut Syari’at Islam pertanggung jawab pidana didasarkan atas dua perkara yaitu ketentuan berpikit dan pilihan iradah dan ikhtiar. Oleh karena itu kedudukan anak kecil berbeda-beda menurut masa yang dilalui hidupnya mulai dari waktu kelahirannya sampai memiliki kdua perkara tersebut.







BAB III
PENUTUP


A. Kesimpulan
Secara umum, pengertian Jinayat sama dengan hukum Pidana pada hukum positif, yaitu hukum yang mengatur perbuatan yang yang berkaitan dengan jiwa atau anggota badan, seperti membunuh, melukai dan lain sebagainya. Jarimah (kejahatan) dalam Hukum Pidana Islam (Jinayat) meliputi, jarimah hudud, qishash diyat dan ta’zir.
Kejahatan Hudud adalah kejahatan yang paling serius dan berat dalam Hukum Pidana Islam. Ia adalah kejahatan terhadap kepentingan publik, tetapi bukan berarti tidak mempengaruhi kepentingan pribadi sama sekali, namun terutama sekali berkaitan dengan hak Allah. Kejahatan ini diancam dengan hukuman hadd. Sementara qishosh berada pada posisi diantara hudud dan ta’zir dalam hal beratnya hukuman. Ta’zir sendiri merupakan hukuman paling ringan diantara jnis-jenis hukuman yang lain.
Akan tetapi dalam pelaksanaannya, macam-macam hukuman diatas dapat dihapuskan. Pada dasarnya yang dimaksud dengan hapusnya hukuman di sini adalah tidak dapat dilaksanakannya hukuman-hukuman yang telah ditetapkan atau diputuskan hakim, berhubung tempat badan atau bagiannya untuk melaksanakan hukuman yang sudah tidak ada lagi atau waktu untuk melaksanakannya telah lewat.
Adapun sebab-sebab hapusnya hukuman ialah:
a. Meninggalnya Pelaku
b. Hilangnya Anggota badan yang akan di Qishas
c. Tobatnya pelaku
d. Perdamaian
e. Pengampunan




DAFTAR PUSTAKA


Ahmad, Hanafi, Asas-asas Hukum Pidana Islam, Penerbit Bulan Bintang, Jakarta, 1991
_______, Asas-asas Hukum Pidana Islam, Penerbit Bulan Bintang Jakarta, 1993,
Amir Nuruddin, Ijtihad Umar Ibnu Al-Khattab, Penerbit Rajawali Pers, Jakarta, 1991
Abul A’la al-Maududi, Prinsip-prinsip Islaam, Penerbit PT aal-Ma’arif, Bandung, 1991.

makalah administrasi pendidikan,disiplin kelas

KATA PENGANTAR

Bismillahirrahmanirrahiem
Segala puji bagi Allah SWT yang telah menolong hamba-hamba-Nya yang telah menyelesaikan makalah ini dengan penuh perjuangan dan do’a, tanpa pertolongan-Nya mungkin penyusun tidak akan menyelesaikannya dengan baik.
Makalah ini disusun sebagai salah satu tugas mata kuliah Administrasi Pendidikan dan juga sebagai salah satu syarat mengikuti ujian akhir semester. Makalah ini akan membahas tentang “Disiplin Kelas” dan sengaja dipilih karena menarik perhatian penulis untuk dicermati dan perlu mendapat dukungan dari semua pihak yang peduli terhadap dunia pendidikan.
Semoga makalah ini dapat memberikan wawasan yang lebih luas kepada pembaca. Penulis menyadari bahwa dalam penulisan makalah ini masih jauh dari sempurna, untuk itu saran dan kritik yang membangun sangat penulis harapkan.



Penulis;






BAB I
PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang Masalah
Ilmu pengetahuan dan teknologi selalu berkembang dan mengalami kemajuan, sesuai dengan perkembangan jaman dan perkembangan cara berpikir manusia. Bangsa Indonesia sebagai salah satu Negara berkembang tidak akan maju selama belum memperbaiki kualitas sumber daya manusia bangsa kita. Kualitas hidup bangsa akan meningkat jika ditunjang dengan sistem pendidikan yang mapan.
Sistem pembelajaran dan kurikulum yang selalu diperbaharui bertujuan untuk meningkatkan mutu siswa, tetapi jika salah satu instrumen dalam sistem tidak berjalan dengan baik, maka akan berimbas kepada hasil atau output siswa tersebut.
Salah satu hasil belajar dapat ditunjang dengan disiplin kelas yang baik untuk itu peran guru sangat penting dalam pengelolaan kelas yang dia hadapi, agar sistem pembelajaran dapat dilaksanakan dengan baik.
1.2. Perumusan Masalah
Untuk memperjelas ruang lingkup pembahasan, maka masalah yang akan dibahas dibatasi pada masalah sebagai berikut :
1. Pengertian disiplin kelas
2. Tehnik-tehnik menegakan disiplin kelas
3. Upaya menegakan disiplin kelas
4. Cara membina disiplin diri (self discipline)
BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Pengertian Disiplin
Istialah disiplin menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (1995:237) berarti tata tertb atau ketaatan pada peraturan. Dengan demikian, dalam kaitanya dengan kondisi kelas, maka dapat dikatakan bahwa disiplin berarti kesediaan untuk mematuhi ketertiban agar siswa dapat belajar. Secara lengkap oengertian disiplin adalah rasa tanggung jawab dari pihak siswa berdasarkan kematangan rasa sosial untuk mematuhi segala aturan dan tata tertib di sekolah sehingga dapat belajar dengan baik.
Dengan disiplin dimaksudkan sebagai upaya untuk mengatur perilaku anak dalam mencapai tujuan pendidikan, karena ada perilaku yang harus dicegah atau dilarang, dan sebaliknya, harus dilakukan. Pembentukan disiplin pada saat sekarang buakn sekedar menjadikan anak agar patuh dan taat pada atyran dan tata tertib tanpa alas an sehingga mau menerima begitu saja, melainkan sebagai usaha mendisiplinkan diri sendiri (self discipline). Artinya ia berperilaku baik, patuh dan taat pada aturan bukan karena paksaan dari orang lain atau guru melainkan karena kesadaran dari dirinya.
Disiplin bukanlah kepatuhan lahiriah, bukanlah paksaan, bukanlah ketaatan pada otoritas gurunya untuk menuruti aturan. Disiplin adalah suatu sikap batin, bukan kepatuhan otomatis. Siswapun bertanggung jawab untuk menciptakan suasana kelas yang baik. Suasana kelas yang tidak tegang, ada kebebasan tapi ada pula kerelaan mematuhi peraturan dan tata tertib sekolah.
2.2 Teknik-Teknik Membina Disiplin Kelas
Terdapat beberapa teknik membina disiplin kelas, antara lain:
a. Teknik keteladanan guru, yaitu guru hendaknya member contoh teladan sikap dan perilaku yang baik kepada siswanya.
b. Teknik bimbingan guru, yaitu diharapkan guru senantiasa memberikan bimbingan dan penyuluhan untuk meningkatkan kedisiplinan para siswanya.
c. Teknik pengawasan bersama, yaitu dalam disiplin kelas yang baik mengandung pula kesadaran akan tujuan bersama, guru dan siswa menerimanya sebagai pengendali, sehingga situasi kelas menjadi tertib. Dalam mewujudkan tujuan bersama tersebut, beberapa upaya yang dapat dilakukan dalam pembinaan disiplin kelas adalah:
1) Mengadakan perencanaan bersama antara guru dengan siswa.
2) Mengembangkan kepemimpinan dan tanggung jawab pada siswa.
3) Membina organisasi kelas secara demokratis.
4) Membiasakan agar siswa dapat berdiri sendiri atau mandiri dalam melaksanakan tugas dan kewajibannya.
5) Membiasakan siswa untuk berpartisipasi sesuai dengan kemampuannya.
6) Memberikan dorongan kepada siswa untuk mengembangkan pengettahuan dan keterampilan.
2.3 Upaya Menegakan Disiplin
Upaya menegakan disiplin didalam kelas dapat dilakukan dengan meminta dukungan berbagai pihak terkait, misalnya dari pihak guru, siswa dan orang tua. Pihak-pihak tersebut selayaknya diajak bekerja sama dengan baik dan harmonis serta ikut bertanggung jawab untuk menciptakan disiplin siswa. Upaya yang dapat dilakukan oleh masing-masing pihak adalah sebagai berikut:
a. Pihak guru
Disiplin banyak bergantung pada pribadi guru. Ada guru yang mempunyai kewibawaan sehingga disegani oleh siswanya. Ia tidak akan mengalami kesulitan dalam menciptaka suasana disiplin dalam kelasnya walaupun tanpa menggunakan tindakan atau hukuman yang ketat. Adapula guru yang tampaknya tidak mempunyai kepribadian, ia tidak berwibawa sehingga tidak disegani siswanya sekalipun ia menggunakan hukuman dan tindakan yang keras. Akhirnya hukuman dan tindakan tidak efektif.
Untuk itu ada bebrapa hal yang harus diperhatikan antara alain:
1) Guru hendaknya jangan ingin berkuasa dan otoriter, memaksa siswa untuk patuh terhadap segala sesuatu yang diperintahkan, karena sikap guru yang otoroter membuat suasan kelas menjadi tegang dan sering diliputi rasa takut.
2) Guru harus percaya diri bahwa ia mampu menegakan disiplin bagi dirinya dan siswanya. Jangan tunjukan kelemahan dan kekurangannya pada siswa sebab pada dasarnya siswa perlu perlindungan dan rasa aman dari gurunya.
3) Guru jangan memberikan janji-janji yang tidak mungkin dapat ditepati. Juga tidak memaksa siswa bebrjanji untuk memperbaiki perilakunya seketika sebab mengubah perilaku tidak mudah, memerlukan waktu dan bimbingan.
4) Guru hendaknya pandai bergaul dengan siswanya, akan tetapi jangan terlampau bersahabat erat sehingga hilang rasa hormat siswa terhadapnya. Akibatnya siswa menanggap guru sebagai teman dekat, sehingga cenderung akan hilang kewibawaanya.
b. Pihak siswa
Peranan siswa dalam menciptakan suasana disiplin dalam kelas tak kalah pentingnya, karena factor utama adalah siswa sendiri dan siswa merupakan subyek dalam pembelajaran. Oleh karena itu siswa harus mempunyai rasa tanggung jawab untuk turut serta mewujudkan disiplin di kelasnya.
Untuk itu ada beberapa hal yang harus diperhatikan oleh siswa dalam mewujudkan disipilin dalam kealas, anatara lain:
1) Siswa hendaknya memiliki rasa tanggung jawab sosial untuk turut serta menciptakan suasana disiplin didalam kelas.
2)Siswa hendaknya memiliki keasadaran untuk mentaati aturan dan tata tertib sekolah bukan karena rasa takut atau karena merasa terpaksa.
3)Siswa hendaknya bertindak sebagai pengontrol atau pengawas dirinya sendiri tanpa harus diawasi oleh orang lain.
4.Apabila suatu saat melakukan pelanggaran, maka siswa harus berjanji pada dirinya sndiri untuk tidak mengulanginya.
c. Pihak siswa
Peranan orang tua dalam mewujudkan disiplin putra-putrinya dirumah, akan sangat membantu penegakan disiplin kelas. Karena itu ada bbebrapa hal yang perlu diperhatikan oleh orang tua dalam rangka turut menegakan disiplin, antara lain:
1. Orang tua hendaknya mengetahui tentang tata tertib sekolah yang harus dilaksanakan putra putrinya ketika disekolah.
2. Orang tua hendaknya ikut bertanggung jawab terhadap putra putrinya dengan cara turut serta mengawasinya.
3. Orang tua hendaknya turut berbicara dan turut membina putra putrinya apabila ia melanggar tata tertib atau aturan sekolah.
2.4 Membina Disiplin Diri (Self Discipline)
Tujua pendidikan adalah membimbing anak kearah kedewasaan, yang berkaitan dengan kematangan social, emosianal intelektual dan moril sehingga dapat berdiri sendiri, dan siakp tanggung jawab akan tercapai bila sejak kecil anak diberi kebebasan sesuai dengan usia, perkembangan dan kesanggupannya.
Untuk pembentukan pribadi yang dewasa, bentuk disiplin yang diterapkan pada anak memegang perananpenting. Anak yang terlampau diatur hidupnya dengan disiplin yang ketat, cenderung untuk tidak sanggup menggunakan kebebasannya bila ia kelak memperolehnya. Itu sebabnya maka sejauh mungkin anak dididik kearah yang self discipline.
Disiplin diri bukan berarti memberikan kebebasan penuh. Disiplin diri berarti keinsyafan dan kerelaan sendiri mematuhi aturaan dan norma-norma yang diakuinya. Hal itu baik dan perlu, sekalipun tidak ada orang lain yang mengawasinya.
Jenis disiplin yang diberikan kepada anak banyak bergantung pada pribadi si pendidik. pendidi yang otokratis, yang menjaga ketertiban dengan tangan besi, tidak member kesempatan pada anak untuk mengatur diri sendiri. Guru seperti akan menindak setiap pelanggaran dengan hukuma dan ancaman, sehingga menimbulkan rasa takut.
Self discipline biasanya terdapat didalam kelas yang gurunya bersikap demokratis. Kelas yang demokratis juga bias tertib sesuai ddengan kegiatan yang dilakukan oleh para siswa. Ketertiban tercapai bukan dengan kekerasan atau paksaan dari pihak guru, melainkan karena para siswa patuh akna peraturan. Ketertiban itu akan tetap mereka pelihara sekalipun tidak ada guru didalam kelas yang mengawasi mereka. Apabila para siswa telah sanggup disiplin diri sendiri, maka mereka telah melangkah menuju ke arah kedewasaan.














BAB III
PENUTUP

3.1. Kesimpulan
Disiplin kelas adalah rasa tanggung jawab dari pihak siswa berdasarkan kematangan rasa sosial untuk mematuhi segala aturan dan tata tertib di sekolah sehingga dapat belajar dengan baik dan sebagai upaya untuk mengatur perilaku anak dalam mencapai tujuan pendidikan.
Dalam membina disiplin kelas diperlukan beberapa teknik sperti, teknik keteladanan guru, teknik bimbingan guru dan teknik pengawasan bersama.
Dalam upaya menegakan disiplin kelas, akan lebih mudah jika kita meminta dukungan dari pihak-pihak terkait yaitu, pihak guru, pihak siswa dan orang tua.
Disiplin kelas lebih cenderung agar siswa dapat membina disiplin diri (self discipline). Self discipline biasanya terdapat pada kelas yang gurunya bersikap demokratis buakn pada kelas yang memiliki sikap guru yang otokratis.








DAFTAR PUSTAKA

Ahmad Rohani dan Abu Ahmadi. (1995). Pengelolaan Pengajaran. Jakarta: Rineka Cipta
Suharsini Arikunto. (1992). Pengelolaan Kelas dan Siswa. Jakarta: Rajawali



























DAFTAR ISI

Hal

KATA PENGANTAR ................................................................................ i
DAFTAR ISI ............................................................................................... ii
BAB I. PENDAHULUAN .......................................................................... 1
1.1. Latar Belakang Masalah .............................................................. 1
1.2. Perumusan Masalah ..................................................................... 1
BAB II. PEMBAHASAN ........................................................................... 2
2.1. Penegrtian Disiplin ....................................................................... 2
2.2. Teknik-teknik Menegakan Disiplin Kelas .................................. 3
2.3. Upaya Menegakan Disiplin Kelas ............................................... 3
2.4. Cara Membina Disiplin (Self Discipline) .................................... 5
BAB III. PENUTUP ................................................................................... 7
3.1. Kesimpulan .................................................................................... 7

DAFTAR PUSTAKA














DISIPLIN KELAS
Makalah Ini Disusun Sebagai Salah Satu Tugas
Mata Kuliah Administrasi Pendidikan















Disusun Oleh :
amir syarifudin